Abstract:
Hubungan kerja adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh
minimal dua subjek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subjek hukum yang
melakukan hubungan kerja merupakan inti dari hubungan industrial. Hubungan
antara pekerja atau buruh dan pengusaha merupakan hubungan timbal balik, maka
ketika salah satu pihak mengerjakan kewajiban mereka maka hak pihak lainnya
akan terpenuhi, begitu juga sebaliknya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaturan hukum mengenai hak-hak pekerja yang mengalami cidera
janji tanpa pemutusan hubungan kerja menurut hukum positif yang ada di
Indonesia, bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada Pekerja yang
mengalami cidera janji tanpa pemutusan hubungan kerja dan pertimbangan hakim
dalam putusan Nomor 205/Pdt.Sus-PHI/2020/PN Mdn tentang Pekerja yang
mengalami cidera janji tanpa pemutusan hubungan kerja.
Jenis dan pendekatan penelitian ini dilakukan dengan hukum normatif,
dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertuliskan peraturan perundang undangan (law in books) dengan sifat penelitian deskriptif, bersumber dari hukum
Islam yaitu Al-Qur‟an dan Hadist (Sunnah Rasul) dan didukung dari data
sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian, dipahami bahwa Pengaturan hukum
mengenai hak-hak pekerja yang mengalami cidera janji tanpa pemutusan
hubungan kerja menurut hukum positif yang ada di Indonesia yaitu KUHPerdata,
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja. Bentuk-bentuk perlindungan hukum yang
diberikan kepada pekerja yang mengalami cidera janji Pekerja dapat mengajukan
protes secara langsung kepada pengusaha, Dalam hal cidera janji terjadi, pekerja
berhak untuk menyelesaikan perselisihan melalui musyawarah atau mediasi secara
bipartite, penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Pertimbangan
Hakim dalam putusan nomor 205/pdt.sus-phi/2020/pn mdn Majelis Hakim
menetapkan, kepada RSU Sari Mutiara berkewajiban memberikan hak-hak
Penggugat berupa uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat(2),uang
penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat(3) dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat(4).