Please use this identifier to cite or link to this item: http://localhost:8080/handle/123456789/27086
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorDewi, Afrita-
dc.date.accessioned2025-05-08T08:25:57Z-
dc.date.available2025-05-08T08:25:57Z-
dc.date.issued2025-04-21-
dc.identifier.urihttps://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/27086-
dc.description.abstractPersetujuan yang diinformasikan (informed consent) merupakan aspek penting dalam praktik medis yang menjamin hak pasien untuk memahami serta menyetujui tindakan medis yang akan dilakukan. Dalam hukum pidana, prinsip ini tidak hanya sebagai perlindungan hukum bagi pasien tetapi juga sebagai bentuk kepatuhan tenaga medis terhadap standar profesional. Namun, masih banyak ditemukan kasus ketika tenaga medis melanggar prosedur ini, baik karena kelalaian maupun kesengajaan. Hal ini dapat berimplikasi pada sanksi pidana, terutama jika tindakan medis tanpa persetujuan menyebabkan dampak merugikan bagi pasien. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek hukum pidana yang mengatur pelanggaran terhadap informed consent dalam tindakan medis. Studi ini menyoroti regulasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Selain itu, penelitian ini mengeksplorasi unsur-unsur tindak pidana dalam pelanggaran informed consent dan bagaimana pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan terhadap tenaga medis maupun institusi kesehatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dengan analisis terhadap peraturan perundang-undangan serta studi kasus putusan pengadilan yang berkaitan dengan pelanggaran informed consent. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap literatur hukum, dokumen regulasi, serta yurisprudensi yang relevan. Analisis difokuskan pada bagaimana unsur pidana diterapkan dalam kasus ini, termasuk pertimbangan hakim dalam menentukan tingkat kesalahan tenaga medis serta peran rumah sakit dalam memastikan kepatuhan terhadap prosedur persetujuan medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga medis yang tidak memperoleh informed consent dari pasien dapat dikenakan sanksi pidana, terutama berdasarkan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian atau Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan luka berat. Dalam kasus tertentu, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan juga dapat diterapkan jika tindakan medis tanpa persetujuan pasien dianggap sebagai perbuatan yang disengaja. Selain itu, rumah sakit sebagai institusi dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan doktrin vicarious liability, terutama jika terbukti bahwa sistem administrasi mereka gagal memastikan kepatuhan tenaga medis terhadap prosedur informed consent. Oleh karena itu, diperlukan penguatan regulasi dan implementasi kebijakan yang lebih ketat guna mencegah pelanggaran ini di masa mendatang.en_US
dc.publisherUMSUen_US
dc.subjectPersetujuan yang diinformasikanen_US
dc.subjectHukum Pidanaen_US
dc.subjectMedisen_US
dc.subjectDeliken_US
dc.subjectRegulasi.en_US
dc.titleAspek Hukum Pidana Akibat Ketiadaan Persetujuan Yang Diinformasikan Saat Melakukan Tindakan Medisen_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI AFRITA DEWI.pdfFull Text1.46 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.