Abstract:
Anak menjadi korban kekerasan seksual tidak dibatasi oleh perbedaan jenis kelamin.
Anak laki-laki maupun anak perempuan berpotensial menjadi korban dan sasaran dari
kejahatan seksual yang berkembang di masyarakat. Namun jumlah anak yang menjadi
korban kejahatan seksual biasanya lebih dominan anak perempuan karena anak
perempuan lebih lemah, lebih tergantung, lebih mudah dikuasai dan diancam oleh pelaku
kejahatan. Begitu banyaknya kasus kejahatan seksual yang terjadi terhadap anak,
membuat pemerintah harus dengan sigap mengatasi berbagai kasus yang terjadi, salah
satunya yaitu adanya Perlindungan bagi Anak. Metode penelitian menjelaskan seluruh
rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka menjawab pokok permasalahan
atau untuk membuktikan asumsi yang dikemukakan untuk menjawab pokok masalah
yang penelitian dan membuktikan asumsi harus didukung oleh fakta-fakta lapangan dan
hasil penelitian. implementasi pemberian restitusi bagi hak anak korban tindak kekerasan
seksual sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak dan pengaturan tentang mekanisme pelaksanaan retitusi juga sudah diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017. Peraturan tentang restitusi ini dibuat agar
memudahkan anak korban untuk meminta ganti kerugian terhadap pelaku kejahatan
tindak pidana kekerasan seksual. Tolak ukur untuk menghitung ganti kerugian secara
materiil maupun secara immateriil, sehingga belum memenuhi jaminan terhadap hak-hak
anak. Hambatan pemberian restitusi bagi hak anak korban tindak kekerasan seksual
pemenuhan hak restitusi terhadap anak korban kekerasan seksual belum pernah
diterapkan dikarenakan masih banyaknya kendala yang dialami oleh aparat penegak
hukum. Kendala tersebut berupa kurangnya pengetahuan korban tentang hak restitusi
tersebut yang mengakibatkan kelurga dan ahli waris membiarkan korban setelah
terjadinya tindak pidana tersebut. Kendala selanjutnya menurut aparat penegak hukum
jika restitusi tersebut diterapkan belum tentu restitusi tersebut dapat dipenuhi oleh pelaku
dikarenakan rata-rata pelaku tindak pidana kekerasan seksual seorang yang dari segi
ekonominya menengah ke bawah. Formulasi yang ideal pemberian bagi hak anak korban
tindak kekerasan seksual Kejaksaan memiliki peran penting dalam melakukan
pelaksanaan eksekusi restitusi sebagaimana yang telah diatur didalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dalam Undang Undang tersebut menjelaskan bahwa terdakwa yang tidak memenuhui pelaksanaan
pembayaran restitusi maka Jaksa akan melaksanakan pelelangan terhadap harta tersebut
dan apabila harta terdakwa tidak mencukupi dengan jumlah restitusi yang telah
diputuskan oleh Pengadilan pembayaran kompensasi tersebut dibayarkan melalui dana
bantuan korban.