Abstract:
Penyalahgunaan narkotika sudah meluas ke berbagai aspek kehidupan.
Peran pelaku dapat berupa pengedar, penanam, mafia, penjual, perantara, dan
bahkan pecandu atau pengonsumsi narkotika untuk dirinya sendiri. Jika negara
tidak melakukan penanggulangannya tentu pada gilirannya keadaan negara dan
generasi bangsa akan semakin lemah dan hancur. Karakter sebagai pecandu dan
korban penyalahgunaan narkotika tidak sama dengan pengedar atau penjual, yang
berkemungkinan dapat melalui upaya rehabilitasi.
Penelitian normatif ini menyimpulkan: Pertama, Ketentuan rehabilitasi
terhadap pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika saat ini merupakan
penjabaran dari penggunaan sanksi double track system. UUN selain mengandung
ancaman sanksi pidana (straf), juga mengatur sanksi tindakan (maatregel) yakni
rehabilitasi di Pasal 54 mewajibkan pecandu narkotika dan korban
penyalahgunaan narkotika untuk direhabilitasi. Kedua, kepastian hukum terkait
kewajiban rehabilitasi dalam putusan pengadilan belum terwujud. Pecandu
narkotika tidak otomatis memperoleh putusan rehabilitasi di pengadilan. Hakim
dapat saja menjatuhkan putusan pidana penjara jika tidak memenuhi kriteria untuk
direhabilitasi. Peraturan Bersama antara tujuh lembaga negara menentukan
rehabilitasi sebagai alternatif bukan suatu kewajiban sehingga menimbulkan
ketidakpastian hukum bagi pecandu dan penyalahguna narkotika. Ketiga, faktor faktor penyebab seseorang menjadi pecandu dan korban penyalahgunaan
narkotika bukan saja faktor hukum tapi juga faktor non hukum, antara lain
ketidaktahuan, coba-coba, keluarga, ekonomi, dan lingkungan. Pelaksanaan
rehabilitasi belum memanfaatkan semua potensi kebijakan kriminal yang ada oleh
negara khususnya pemerintah, masih lebih banyak pendekatan penal daripada non
penal, padahal upaya non penal jauh lebih ampuh meminimalisir penyalahgunaan
narkotika.
Saran, pertama, agar ketentuan rehabilitasi perlu dukungan kebijakan
melalui kesepakatan bersama antara penegak hukum untuk memaksimalkan
penerapan rehabilitasi terhdap pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.
Kedua, agar kewajiban rehabilitasi dalam UUN dan putusan pengadilan dapat
sejalan dalam memberikan perlindungan hukum terhadap para pecandu dan
korban penyalahgunaan narkotika dengan mengedepankan pertimbangan atas
kemanfaatan hukum dari upaya rehabilitasi. Ketiga, perlu diadakan perbaikan
sistem hukum di Indonesia dengan penguatan kebijakan kriminal oleh negara
bukan hanya pendekatan penal (hukum pidana), tapi lebih banyak ke arah non
penal (selain hukum pidana) dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika.