Abstract:
Dalam masyarakat Indonesia yang memiliki banyak perbedaan, hukum waris
memiliki sifat pluralistik yaitu pemahaman untuk menghargai adanya perbedaan
ditengah kehidupan masyarakat sekaligus mengizinkan suatu kelompok berbeda
untuk menjaga budaya tersebut sebagai ciri khas etnis tersebut. Dengan berbagai
sistem hukum yang berjalan paralel, termasuk hukum adat dan hukum Islam. Suku
Karo, salah satu sub-suku dalam etnis Batak, mengikuti sistem patrilineal dalam
pewarisan, yang secara tradisional memberikan hak waris hanya kepada anak laki
laki. Kondisi ini menimbulkan konflik ketika hukum Islam, yang memberikan hak
waris kepada anak perempuan, diterapkan dalam komunitas Muslim Karo di Desa
Gurusinga. Studi ini mengkaji bagaimana hukum adat Karo dan hukum Islam
diintegrasikan dalam praktik pembagian warisan di kalangan masyarakat Karo
Muslim, serta kendala dan solusi yang dihadapi.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pendekatan
deskriptif. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan kunci
dan observasi langsung di Desa Gurusinga. Analisis data dilakukan secara
kualitatif, menginterpretasikan interaksi antara hukum adat Karo dan hukum Islam
dalam praktik pembagian warisan.
Penelitian ini menemukan bahwa pembagian warisan dalam masyarakat Karo
yang beragama Islam di Desa Gurusinga masih didominasi oleh prinsip hukum adat
Karo yang mengutamakan garis keturunan laki-laki. Meski demikian, telah terjadi
beberapa adaptasi terhadap hukum Islam, terutama terkait dengan hak waris bagi
anak perempuan. Dalam praktiknya, pembagian warisan sering kali diselesaikan
melalui musyawarah keluarga dengan mempertimbangkan faktor keharmonisan
dan kesepakatan. Tantangan utama yang dihadapi adalah adanya konflik nilai antara
norma adat dan hukum Islam, yang kadang kala memicu perselisihan dalam
keluarga.
Studi
ini
juga
mengidentifikasi
beberapa
upaya untuk
mengharmonisasikan kedua sistem hukum tersebut, seperti penggunaan mediasi
dan sosialisasi hukum Islam melalui tokoh masyarakat dan lembaga adat