Abstract:
Kebebasan wartawan sering kali harus dibayar dengan tindakan pemidanaan
yang dilakukan oleh pihak- pihak yang merasa dirugikan akibat sebuah pemberitaan
tanpa menggunakan mekanisme penyelesaian “hak jawab” terlebih dahulu. Oleh
karena itu, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana bentuk tindakan
pemidanaan terhadap wartawan, bagaimana perlindungan hukum dan bentuknya
terhadap wartawan yang terkena tindakan pemidanaan ditinjau dari Undang
Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dan bagaimana upaya untuk
mengurangi tindakan pemidanaan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yang menggunakan
instrument penelitian berupa wawancara, dengan menggunakan pendekatan
perundang undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Berdasarkan
metode yuridis empiris yang digunakan maka hasil yang didapatkan dari data
skunder maupun data primer kemudian dianalisis dan dideskripsikan dengan bentuk
penulisan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut : Kasus tindakan pemidanaan terhadap
wartawan masih terjadi di Indonesia hal ini dikarenakan penegak hukum yang
mengenyampingkan proses berdasarkan Undang Undang Undang Nomor 40 Tahun
1999 Tentang Pers dan di dalam Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan
Kepolisian Republik Indonesia. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik tidak memberikan perilindungan terhadap
wartawan dan seharusnya tidak membelenggu kebebasan dan tidak dapat menjadi
dasar dipidana nya wartawan apabila berita yang dikeluarkan merupakan produk
jurnalistik , hal ini dikarenakan persoalan berita adalah persoalan Kode Etik
Jurnalistik, dan Dewan Pers adalah lembaga yang berhak menilai apakah ada
pelanggaran kode etik jurnalistik dalam pemberitaan. Selain itu Nota Kesepahaman
antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia telah mengatur bagaimana
menangani kasus yang berkaitan dengan pemberitaan