Abstract:
Perkawinan dalam adat Batak merupakan perkawinan eksogami, yaitu perkawinan
antara orang Batak yang tidak memiliki marga yang sama. Seorang wanita yang telah
dilamar dan dinikahi akan meninggalkan marganya dan mengikuti marga suaminya.
Bertujuan untuk memperoleh dan melanjutkan garis keturunan anak laku-laki dari
marga anak laki-laki, sesuai dengan sistem budaya Batak yang bersifat patrilineal,
sistem kekerabatan patrilineal adalah sistem kekerabatan berdasarkan ikatan turun
temurun melalui ayah yang menarik garis keturunannya dari pihak laki-laki dan terus
ke atas. Patrilineal ditemukan di wilayah tradisional masyarakat Batak, masyarakat
Bali, dan masyarakat Ambon. Perkawinan Batak Toba yang diperbolehkan yaitu anak
perempuan kawin dengan paribannya (anak laki-laki dari kakak perempuan bapak).
Perkawinan yang ideal bagi orang Batak Toba adalah perkawinan dengan Pariban.
Dalam Undang-Undang Perkawinan adat Batak, terdapat perkawinan adat yang disebut
dengan “Pariban”, yaitu dimana mempelai laki-laki dan mempelai perempuan memiliki
hubungan keluarga sebagai sepupu kandung dengan marga yang berbeda.
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Menurut Abdul Kadir
Muhammad, penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang dilakukan dengan
meneliti data skunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan
penelitian terhadap data primer dilapangan. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan atau
implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara faktual pada setiap peristiwa
hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
Proses penyelesaian sengketa perkawinan dalam Hukum Adat dan Hukum Perdata
di Indonesia, yakni Penyelesaian sengketa adat ditentukan oleh nilai-nilai hukum adat,
tokoh adat, dan kelembagaan adat. Nilai-nilai hukum adat merupakan kaidah atau
norma yang dipedomani masyarakat adat dalam berperilaku. Baik dan buruknya
perilaku seseorang di masyarakat dapat dilihat dan dinilai dari pengamalan nilai-nilai
adat tersebut. Seseorang dikatakan baik jika mampu mentaati dan menjaga nilai-nilai
adat, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, nilai-nilai adat oleh tokoh adat dijadikan
pedoman dalam menjalankan tugas menyelesaikan perselisihan di masyarakat.