Abstract:
Pelaku usaha yang tidak memiliki izin seharusnya sudah jelas tindakan
tersebut dapat dipertanggungjawabakan secara pidana karena peran dan pengaruh
pelaku usaha atau korporasi yang semakin luas dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat, diperlukan adanya suatu pembatasan terhadap kegiatan-kegiatan
korporasi dalam rangka melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban
kejahatan korporasi dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Penelitian ini untuk
mengetahui pengaturan hukum pencemaran lingkungan dalam usaha tanpa izin
ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja,
bagaimana bentuk pencemaran lingkungan dalam usaha tanpa izin ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, serta bagaimana
pertanggungjawaban tindak pidana pencemaran lingkungan dalam usaha tanpa
izin ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Metode penetian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan
data sekunder yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research).
Kemudian, data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan tindak pidana
pencemaran lingkungan dalam usaha tanpa izin terdapat dalam Pasal 67, Pasal 98,
Pasal 104, Pasal 116 UUPPLH. Dan jika dalam UU Cipta Kerja, tindak pidana
pencemaran lingkungan dalam usaha tanpa izin diatur lebih jelas dalam peraturan
turunannya yaitu dalam Pasal 508 ayat (1) PP Nomor 22 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana tindak
pidana tersebut dikenakan sanksi adminitrasi berupa teguran tertulis, paksaan
pemerintah, denda administrasi, pembekuan perizinan berusaha; dan/atau
Pencabutan perizinan usaha. Bentuk tindak pidana usaha tanpa izin yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan menurut UUPLH dan UU
Cipta Kerja antara lain dapat berupa kebakaran hutan dan lahan, pembuangan
limbah, pencemaran air, lumpur beracun, tumpahnya minyak mentah dan lain
sebagainya. Penerapan hukum pertanggungjawaban pidana pencemaran
lingkungan usaha tanpa izin dalam UUPPLH lebih menekankan pada penggunaan
asas primum remedium, meskipun tetap memperhatikan asas ultimum remedium.
Namun, di dalam Undang-undang Cipta Kerja terjadi pergeseran penegakan
hukum lingkungan hidup dimana yang sebelumnya di dalam UUPPLH lebih
mengedepankan sanksi pidana, kini menjadi sanksi administratif.