Abstract:
Bukti tidak langsung (indirect evidence) terdiri dari bukti komunikasi dan
bukti ekonomi. Dalam beberapa putusan KPPU terbaru, bukti tidak langsung sering
digunakan sebagai alat bukti petunjuk. Munculnya bukti tidak langsung ini
berkaitan dengan kesulitan dalam pembuktian menggunakan perjanjian atau
kesepakatan tertulis. Kasus seperti kartel sangat sulit untuk dibuktikan secara
eksplisit bahwa terjadi praktik persaingan usaha tidak sehat, karena sebagian besar
pelaku usaha melakukan tindakan tersebut secara tersembunyi. Meskipun alat bukti
ini tidak dapat secara spesifik menjelaskan kesepakatan antara pelaku usaha, bukti
tersebut dapat digunakan untuk mengungkapkan adanya praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat. Dalam penelitian ini juga membahas tentang kendala
yang dihadapi dalam penggunaan alat bukti tidak langsung (indirect evidence), serta
bagaimana kedudukan alat bukti ini dalam sistem hukum persaingan usaha tidak
sehat.
Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif
yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu pada norma-norma hukum.
Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doctrinal, dimana hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertuliskan peraturan Perundang-undangan (law in
books), dan penelitian terhadap sistematika hukum dapat dilakukan pada peraturan
Perundang-Undangan atau hukum tertulis.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui alat bukti tidak langsung sering
digunakan dalam kasus persaingan usaha yang tidak sehat. Proses pembuktian
menggunakan alat bukti tidak langsung melibatkan analisis mendalam terhadap
perilaku pasar dan pola interaksi antara pelaku usaha. Penelitian ini menyoroti
bahwa pengadilan dan otoritas persaingan usaha di Indonesia, seperti Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), telah semakin mengandalkan bukti tidak
langsung dalam membuat putusan, khususnya dalam kasus-kasus di mana bukti
langsung sulit diperoleh. Hal ini mencerminkan perkembangan hukum persaingan
usaha di Indonesia yang semakin kompleks dan adaptif terhadap kebutuhan praktis
dalam penegakan hukum. Salah satu kendala utama adalah bahwa bukti tidak
langsung memerlukan penalaran yang lebih kompleks dan interpretasi yang
mendalam, yang kadang-kadang dapat menimbulkan perdebatan di antara para
hakim. Selain itu, masih terdapat resistensi di beberapa kalangan hukum terhadap
penggunaan bukti tidak langsung karena dianggap kurang konkret dibandingkan
dengan bukti langsung.