Please use this identifier to cite or link to this item:
http://localhost:8080/handle/123456789/25700
Title: | Penguatan Sistem Presidensil Dengan Penyederhanaan Partai Politik Parlemen Dengan Memaksimalkan Angka Ambang Batas Parlemen |
Authors: | Kurniawan, Dedi |
Keywords: | Ambang Batas Parlemen;Partai Politik;Sistem Presidensil |
Issue Date: | 29-Aug-2024 |
Publisher: | UMSU |
Abstract: | Ambang batas parlemen adalah ambang batas persyaratan minimal harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di parlemen. Ambang batas parlemen pertama kali diterapkan di Indonesia pada pemilu 2009 setelah penerapan electoral threshold dinilai tidal efektif. Tujuan diterapkannya ambang batas parlemen adalah untuk menyederhanakan partai politik parlemen agar menghasilkan sistem multipartai sederhana guna memperkuat sistem presidensil. Permasalahan ambang batas parlemen muncul apabila tidak mampu untuk menyederhanakan partai pada sistem presidensil. Pada tahun 2023, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa angka ambang batas parlemen sebesar 4% adalah konstitusional bersyarat dan harus dilakukan perubahan oleh lembaga pembentuk undang-undang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penyederhanaan ambang batas parlemen dalam penguatan sistem presidensil, untuk mengetahui relasi antara penyederhanaan partai politik dengan sistem presidensil, dan untuk mengetahui pertimbangan Mahkamah Konstitusi pada putusan Mahkamah Konstitusi tentang ambang batas parlemen yang dinyatakan konstitusional bersyarat. Jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan bahan hukum utama dengan cara membandingkan dan menganalisis yang berkaitan dengan Penguatan Sistem Presidensil dengan Penyederhanaan Partai Politik Parlemen dengan Memaksimalkan Angka Ambang Batas Parlemen. Berdasarkan hasil penelitian bahwa selama ini ambang batas parlemen selalu mengalami perubahan pada setiap pemilu, dimulai pada pemilu pertama kali hingga pemilu tahun 2024. Pola untuk mencapai tujuan penyederhanaan partai politik parlemen guna memperkuat sistem presidensil adalah dengan menaikan angka ambang batas parlemen. Selanjutnya, terdapat hubungan antara penyederhanaan partai politik dengan sistem presidensil. Jika jumlah partai politik yang memperoleh kursi di parlemen sedikit, maka sistem presidensil menjadi efektif dan stabilitas pemerintahan tetap terjaga. Namun jika jumlah partai yang melewati ambang batas tersebut banyak maka pengambilan kebijakan akan mempengaruhi stabilitas pemerintahan, sehingga akan banyak terjadi konflik kepentingan, dan stabilitas pemerintahan menjadi tidak stabil.Terakhir, berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan angka ambang batas parlemen 4% adalah konstitusional bersyarat. Mahkamah membuktikan bahwa inkonsistennya putusan Mahkamah untuk memutus ketentuan hukum. Mahkamah mengambil posisi teraman dengan mengembalikan kepada lembaga pembentuk undang-undang untuk menentukan Kembali besaran angka ambang batas parlemen. Selain itu, putusan a quo juga berdampak pada sisi politis, pembentuk undang-undang, dan masa depan sistem kepartaian dan sistem presidensil. |
URI: | https://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/25700 |
Appears in Collections: | Legal Studies |
Files in This Item:
File | Description | Size | Format | |
---|---|---|---|---|
SKRIPSI DEDI KURNIAWAN.pdf | 2.74 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.