Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan Surat Edaran
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 yang berkaitan dengan penanganan
kasus penyalahgunaan narkotika di Pengadilan Negeri Medan Kelas I-A. Surat
edaran ini diharapkan dapat memberikan arahan bagi hakim dalam menyikapi
perkara narkotika, dengan fokus pada alternatif hukuman yang lebih menekankan
rehabilitasi daripada penahanan. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif, menggunakan teknik pengumpulan data melalui
wawancara dengan hakim, jaksa, dan pengacara, observasi di ruang sidang, serta
analisis dokumen terkait putusan yang ada.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Surat Edaran di
Pengadilan Negeri Medan masih menghadapi berbagai hambatan. Salah satu
kendala utama adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran di antara hakim dan
penegak hukum mengenai isi serta tujuan surat edaran tersebut. Hal ini
menyebabkan adanya ketidakseragaman dalam penanganan kasus narkotika, di
mana sebagian hakim masih lebih memilih memberikan hukuman penjara tanpa
mempertimbangkan aspek rehabilitasi. Di samping itu, stigma sosial yang melekat
pada pengguna narkotika juga menjadi penghalang, mempengaruhi keputusan
yang diambil dalam proses peradilan.Namun, penelitian ini juga mengidentifikasi
upaya positif dari Pengadilan Negeri Medan untuk mengedepankan pendekatan
rehabilitatif dalam menangani pengguna narkotika. Beberapa hakim mulai
mempertimbangkan rekomendasi rehabilitasi dari Badan Narkotika Nasional
(BNN) dan lembaga rehabilitasi lainnya sebagai bagian dari keputusan mereka. Ini
menunjukkan adanya kesadaran untuk membedakan antara pengedar dan
pengguna narkotika dalam proses hukum, yang sejalan dengan tujuan Surat
Edaran Mahkamah Agung.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran untuk
meningkatkan efektivitas penanganan kasus narkotika di Indonesia. Temuan ini
bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dan lembaga
penegak hukum dalam mengoptimalkan pelaksanaan peraturan yang ada, serta
mendorong pendekatan yang lebih humanis dan rehabilitatif dalam menangani
penyalahgunaan narkotika. Dengan demikian, diharapkan bahwa upaya
pemberantasan narkotika dapat berjalan seimbang antara penegakan hukum dan
pemulihan bagi pengguna.