Abstract:
Salah satu masalah pokok yang hingga kini belum mendapat pengaturan
tuntas adalah masalah tanah, dan telah banyak konflik yang terjadi, begitu pula
yang terjadi di emplasemen tanah PT. Kereta Api yang ada di Kabupaten Demak
dimana terdapat penggunaan dan penguasaan tanah secara fisik oleh masyarakat
dan penguasaan yuridis oleh PT. Kereta Api, bisa dikatakan terdapat suatu
ketidakpastian hukum hak atas tanah. Sehingga peneliti mengambil permasalahan:
bagaimana Tinjauan Yuridis Terhadap Pendirian Bangunan Pribadi Disepanjang
Tanah PT. KAI Yang Sudah Tidak Digunakan Studi Kasus Tanah Milik PT. KAI
Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaturan hukum dan perkembangan atas penguasaan dan
penggunaan tanah PT. Kereta Api oleh masyarakat di Kota Tanjungbalai, untuk
mengetahui jaminan kepastian hukum hak atas tanah dan untuk mengetahui upaya
apa yang harus dilakukan oleh masyarakat dalam penentuan status hak dalam
penguasaan dan penggunaan tanah PT. Kereta Api yang mereka tempati.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris,
Berdasarkan metode yuridis empiris yang digunakan, maka hasil yang didapatkan
dari data sekunder maupun data primer kemudian dianalisis dan dideskripsikan
dengan bentuk tulisan dalam penelitian ini.
Hasil Penelitian adalah sebagai berikut: Alasan masyarakat memanfaatkan
tanah milik PT. KAI adalah tanah itu dimanfaatkan sebagai penunjang
kelangsungan hidup. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat maka
dapat ditemukan tiga alasan masyarakat memanfaatkan tanah milik PT. KAI
sebagai berikut: a) Kurangnya lahan untuk mendirikan bangunan, b)kurang nya
kesadaran diri terhadap Hukum yang berlaku c) Karena kurangnya pengetahuan
terhadap proses jual beli Tanah. Tanah milik PT. KAI tersebut sampai sekarang
tidak pernah dilepaskan haknya kepada siapapun dan masih terdaftar sebagai aset /
aktiva tetap PT. KAI. Berdasarkan surat Menteri Keuangan RI Cq Direktorat
Jenderal Pembinaan BUMN Nomor : S-11 / MK. 16 / 1994 tanggal 24 Januari
1995 kepada Menteri Agraria / Kepala BPN bahwa tanah-tanah yang diuraikan
dalam Grondkaart pada dasarnya merupakan kekayaan negara sebagai Aktiva
Tetap PERUMKA sekarang PT. KAI. Terhadap tanah PT. KAI tidak diterbitkan
sertfikat tanah atas nama pihak lain jika tidak ada persetujuan dari Menteri
Keuangan RI. Berdasarkan uraian tersebut memberikan gambaran bahwa terdapat
suatu ketidakpastian hukum hak atas tanah. Perpu No.51 Tahun 1960 adalah undang-undang yang mengatur mengenai Penggunaan Tanah Tanpa Ijin Yang
Berhak Atau Kuasanya. menurut undang-undang ini, menggunakan tanah tanpa
ijin yang berhak atau kuasanya adalah dilarang. larangan penggunaan tanah tanpa
ijin yang berhak atau kuasanya oleh. Undang-undang ini diatur di dalam pasal 2,
yang berbunyi : “Dilarang menggunakan tanah tanpa ijin yang berhak atau
kuasanya. Selain larangan terhadap penggunaan penguasaan tanah tersebut, di
dalam undang-undang ini juga diatur mengenai sanksi-sanksi yang akan
dikenakan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran. Menurut pasal 6 ayat 1
poin a Perpu. No.51 Tahun 1960 menyebutkan bahwa : “Mengingat akan sifat
perbuatannya, maka barangsiapa yang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau
kuasanya, dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama 3 bulan atau denda
sebanyak Rp. 5.000,00,-“. Dan hal ini juga diatur dalam Pasal 167 KUHP yang
berbunyi “Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau
pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada
di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya
tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.Untuk
mencegah berlarutnya permasalahan penggunaan tanah-tanah yang ada di
sepanjang rel kereta api, selain diadakan penertiban kepada mereka yang
menggunakan tanah secara liar itu dapat mengajukan permohonan hak atas tanah
kepada PT. KAI. Biasanya permohonan yang diminta masyarakat yang bermukim
di atas tanah rel kereta api hanyalah berupa permohonan untk diberikan izin
menempati tanah-tanah yang ada di sepanjang rel kereta api itu, dan pihak PT.
KAI dalam menghadapi masalah ini langsung memriksa dulu tanah-tanah itu,
apabila tanah itu tidak mencakup bidang operasional, maka kepada mereka dapat
diberi izin sementara untuk menempati tanah itu dengan catatan apabila nanti ada
penertiban, maka para pemilik bangunan itu harus membongkar bangunan nya
dengan tanggungan sendiri