Abstract:
Perdagangan manusia (human trafficking) adalah fenomena yang tidak
asing, namun hingga saat ini belum ada solusi yang ditemukan oleh pemerintah
setiap negara maupun organisasi internasional yang menangani masalah tersebut.
Ketentuan yang telah ditetapkan di KUHP merasa kurang memadai terkait
penegakan hukum, dan kenyataannya masih terdapat kasus tentang perdagangan
orang. Lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang. Untuk memberikan pengetahuan pengaturan
hukum dalam KUHP nasional tentang tindak pidana perdagangan orang.
pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana perdagangan orang,
dan penerapan asas tiada hukuman tanpa kesalahan (geen straaf zonder schuld)
terhadap korporasi dalam perdagangan orang menurut KUHP nasional.
Jenis dan pendekatan penelitian ini dilakukan dengan hukum normatif,
dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertuliskan peraturan perundang
undangan (law in books) dengan sifat penelitian deskriptif, bersumber dari hukum
Islam yaitu Al-Qur‟an dan Hadist (Sunnah Rasul) dan didukung dari data
sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian, dipahami bahwa Pengaturan hukum
terhadap korporasi yang melakukan perdagangan orang yaitu materi pengaturan
pasal mengenai hal tersebut sudah diatur pada Pasal 297 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), secara khusus di dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Pertanggungjawaban korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang
disesuaikan berdasarkan teori mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi
dalam hal tindak pidana human trafficking lebih tepat jika digunakan teori”
vicarious liabillity. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana
perdagangan orang terpenuhinya unsur-unsur materiil. penerapan sanksi pidana
terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang yakni didasarkan pada
kesalahan yang memenuhi unsur melawan hukum dan tidak ada alasan
pemiadaan/penghapusan sifat melawan hukum atas perbuatan dilakukan, adanya
unsur kesengajaan oleh pelaku (dolus) sehingga tidak ada alasan pembenar
maupun pemaaf baginya untuk terhindar dari pemidanaan.