Abstract:
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengakibatkan perubahan dalam sistem ketatanegaraan, termasuk pembentukan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Kehadiran DPD RI, yang diatur dalam Pasal 22C
dan 22D, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan
DPRD, memperkenalkan sistem bikameral di Indonesia. Namun, keberadaan DPD RI
menimbulkan ketidakpastian yuridis terkait perannya yang terbatas. Penelitian ini
mengkaji posisi DPD RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dan
membandingkannya dengan lembaga serupa di negara lain, seperti Senat di Amerika
Serikat dan Dewan Negara di Malaysia.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode yuridis
normatif. Metode yuridis normatif adalah metode penelitian yang berfokus pada kajian
terhadap norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Metode ini sering
digunakan dalam penelitian di bidang ilmu hukum atau ilmu-ilmu lain yang terkait
dengan norma-norma atau kaidah-kaidah tertentu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI)
dibentuk sebagai bagian dari reformasi struktur pemerintahan Indonesia menuju sistem
bikameral, berfungsi untuk memperkuat representasi daerah dalam proses legislasi
nasional. DPD RI, dengan anggota yang dipilih langsung oleh rakyat di setiap provinsi,
memiliki fungsi terbatas, yaitu memberikan saran dan pertimbangan kepada DPR.
Dibandingkan dengan senat di negara lain, seperti Amerika Serikat dan Malaysia,
kekuasaan DPD RI jauh lebih terbatas. Senat Amerika Serikat memiliki peran
signifikan dalam legislasi, sedangkan Dewan Negara Malaysia memiliki fungsi
meninjau undang-undang tanpa kewenangan penuh untuk mengubahnya.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun DPD RI merupakan bagian dari
sistem bikameral, perannya belum sepenuhnya seimbang dalam struktur
ketatanegaraan Indonesia.