Abstract:
Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak
Pidana Kekerasan Seksual diharapkan dapat memberikan sebuah legal culture
baru bagi masyarakat, untuk memberikan pandangan bahwa kekerasan seksual
merupakan salah satu tindakan yang dilarang. Penelitian ini untuk mengetahui
kebijakan hukum pidana dalam melindungi orang yang mengalami gangguan
kejiwaan, bagaimana akibat hukum pemandulan secara paksa terhadap wanita
yang mengalami gangguan kejiwaan, serta bagaimana perspektif perlindungan
hukum terhadap wanita yang mengalami gangguan kejiwaan terkait pemaksaan
pemandulan dengan secara paksa.
Metode penetian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan
data sekunder yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research).
Kemudian, data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan hukum pidana
dalam melindungi orang yang mengalami gangguan kejiwaan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa. Akibat
hukum pemandulan secara paksa terhadap wanita yang mengalami gangguan
kejiwaan mengacu pada Pasal 9 UU TPKS. Ancaman pidana bagi pelaku
pemaksaan sterilisasi, yaitu penjara paling lama sembilan tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 200 juta. Akibat dari pemaksaan sterilisasi adalah korban
mengalami luka berat, berdampak psikologi berat, mengakibatkan terhentinya
dan/atau rusaknya fungsi reproduksi hingga dapat mengakibatkan meninggal
dunia. Perspektif perlindungan hukum terhadap wanita yang mengalami gangguan
kejiwaan terkait pemaksaan pemandulan dengan secara paksa saat ini masih
mengacu pada Pasal 9 UU TPKS. Pasal ini dapat menjadi acuan atas perbuatan
tindak pidana pemandulan secara paksa/sterilisasi paksa terhadap wanita dengan
gangguan jiwa meskipun tidak secara jelas disebutkan bahwa Pasal ini dapat juga
berlaku untuk wanita dengan gangguan jiwa atau tidak. Sterilisasi yang dilakukan
secara paksa dan tanpa adanya persetujuan dari orang yang disterilisasi
merupakan sebuah bentuk pelanggaran terhadap berbagai bentuk HAM yang
meliputi pelanggaran hak untuk mendapatkan kesehatan. Walaupun jika dilihat
dari sisi lain, pemandulan secara paksa/sterilisasi paksa terhadap wanita yang
mengalami gangguan kejiwaan juga perlu dilakukan, agar memperkecil resiko
mereka akan terkena penyakit seksual menular, juga akan memperkecil tingkat
kehamilan yang mana seperti diketahui wanita yang mengalami gangguan
kejiwaan tentu secara mental pasti akan sulit dalam merawat keturunannya.