Abstract:
Latar belakang permasalahan dalam penelitian ini yaitu adanya tindak
kejahatan pedofilia dianggap sebagai salah satu tindakan yang sangat serius dan
merugikan. Perlindungan hukum perlu menjadi respon terhadap tingkat keparahan
tindakan tersebut, dan mengindikasikan bahwa masyarakat dan hukum tidak akan
mentolerir perilaku semacam itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana bentuk kekerasan seksual oleh pedofil terhadap anak di polres langkat,
bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual oleh
pedofil di polres langkat, apa kendala dalam perlindungan hukum terhadap anak
korban kekerasan seksual oleh pedofil di polres langkat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris (yuridis empiris).
sumber datanya adalah sumber hukum islam,data primer dan sekunder. alat
pengumpul data adalah wawancara oleh Kanit PPA Aipda Ninit Agus, S.H. di
Polres Langkat. penelitian ini dilakukan di Unit perlindunngan perempuan dan
anak (PPA) di Polres Langkat.
Bentuk kekerasan seksualnya itu dilakukan pelaku itu mulai dari
menyentuh bagian-bagian terlarang seperti bagian payudara atau pun kelaminnya
hingga menyetubuhi korban melalui mulut, vagina, bahkan anus, dimana ia tidak
memandang korban adalah anak laki-laki maupun perempuan. Sistem
perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan seksual dilakukan oleh
pihak Polres Langkat, dimana Polres Langkat diwakilkan oleh Unit PPA
(Perlindungan Perempuan dan Anak) dimana bekerjasama dengan Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) merupakan
wadah pelayanan pemberdayaaan perempuan dan anak yang berbasis masyarakat.
Masalah utama dalam sistem hukum adalah lamanya proses penyidikan dan
persidangan. Keterlambatan ini dapat mengakibatkan frustrasi bagi korban dan
keluarganya, serta berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap
keadilan. Selain itu Pelaku sering kali menggunakan intimidasi terhadap korban
atau keluarganya untuk mencegah pelaporan atau untuk mempengaruhi proses
hukum. Untuk mengatasi tantangan ini, perlu adanya pendekatan holistik yang
melibatkan perbaikan dalam hukum dan kebijakan, pelatihan yang lebih baik
untuk aparat penegak hukum, pendidikan masyarakat yang lebih luas tentang isu
isu kekerasan seksual, dan penyediaan dukungan yang lebih besar bagi korban dan
keluarganya.