Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pengaturan
hukum dalam penerapan diversi terhadap anak melalui pendekatan keadilan
restorative, untuk mengetahui dan mengkaji mekanisme penerapan diversi oleh
penyidik sebagai bentuk penyelesaian perkara pidana anak melalui pendekatan
keadilan restorative di Polres Aceh Timur, untuk mengetahui dan mengkaji faktor
kendala yang dihadapi kepolisian dalam penerapan diversi oleh penyidik sebagai
bentuk penyelesaian perkara pidana anak melalui pendekatan keadilan restorative
di Polres Aceh Timur. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian yuridis empiris, sedangkan teknik analisis data menggunakan analisis
kualitatif dengan metode induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diversi
terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak diatur pada Undang-undang No
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu pada pasal 6 – pasal
15. Ketentuan yang diatur adalah adanya kewajiban penyidik kepolisian untuk
mengupayakan diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan
persyaratan ancaman pidana penjara tidak melebihi 7 tahun dan bukan merupakan
pengulangan tindak pidana. Mekanisme penerapan diversi oleh penyidik sebagai
bentuk penyelesaian perkara pidana anak melalui pendekatan keadilan restorative
di Polres Aceh Timur yaitu telah melakukan upaya yang maksimal untuk
menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan pidana melalui penerapan
diversi. Penyidik memulai diversi paling lama 7 hari setelah penyidikan dimulai
dengan melibatkan pihak keluarga anak, keluarga korban, pembimbing
kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat. Kendala yang dihadapi penyidik anak
dalam penerapan diversi di Kepolisian Resor Aceh Timur adalah kesepakatan
damai antara para pihak dalam musyawarah sulit dicapai, adanya stigma negatif
dari masyarakat terhadap upaya diversi yang dianggap sebagai upaya perlindungan
terhadap pelaku kejahatan, kondisi ekonomi keluarga pelaku anak yang tergolong
lemah sehingga sulit untuk memenuhi pembayaran ganti rugi kepada korban
tindak pidana, serta adanya pembatasan diversi pada Undang-undang Sistem
Peradilan Pidana Anak, yaitu tindak pidana dengan ancaman pidana penjara di
bawah 7 tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Disarankan
Perlu dipertimbangkan agar proses diversi tidak melibatkan terlalu banyak
lembaga (orang) sehingga proses diversi dapat dilakukan lebih mudah dan beban
biaya yang harus ditanggung oleh keluarga pelaku tindak pidana menjadi lebih
ringan. Pemerintah melalui kepolisian perlu melakukan sosialisasi yang lebih
intensif mengenai Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga
masyarakat dapat menyadari bahwa upaya diversi pada undang-undang tersebut
adalah untuk melindungi anak, bukan untuk melindungi penjahat. Pemerintah
perlu mempetimbangkan untuk merevisi Undang-undang Sistem Peradilan Pidana
Anak dengan menghilangkan pembatasan diversi sebagaimana diatur pada pasal 7
ayat (2), sehingga undang-undang tersebut benar-benar dapat memberikan
perlindungan yang lebih baik terhadap semua anak pada semua tindak pidana.