Abstract:
Pekerja rumah tangga di ranah hukum tetap mengalami friksi dari sisi
regulasinya. Peraturan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan memberikan pengertian Pekerja atau Buruh, yang menyatakan
bahwa pekerja adalah orang yang bekerja dengan mendapatkan upah, sehingga
Pekerja Rumah Tangga termasuk di dalamnya, namun Peraturan Undang-undang
tersebut secara substantif tidak mengatur pekerja rumah tangga termasuk dalam hal
hak-hak Pekerja Rumah Tangga. Hingga saat ini, yang paling efektif hanya
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Perlindungan
Pekerja Rumah Tangga. Perlindungan hukum mempunyai arti yang sangat esensial
sebagai perlindungan dengan menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang
diberikan oleh hukum, digunakan kepada perlindungan terhadap kebutuhan
kebutuhan tertentu, yaitu dengan cara menjadikan kebutuhan yang ingin dilindungi
masuk kedalam sebuah hak hukum.
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari : Jenis
Penelitian yuridis empiris dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi
kepustakaan (library research) dan data diolah menggunakan analisis kualitatif
untuk menghasilkan data deskriptif berupa kalimat tertulis ataupun secara lisan
melalui pengamatan terhadap objek yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian, Dari pembahasan tersebut, Perjanjian kerja
telah berjalan dengan cukup baik walaupun belum sepenuhnya dilaksanakan
dengan baik karena masih ada beberapa pihak yang belum melakukan perjanjian
kerja sepenuhnya, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti
sebelum habis masa kerja ada pekerja rumah tangga yang meminta berhenti bekerja
karena alasan pribadi seperti menikah, orang tua telah lanjut usia atau alasan lain.
Dalam hal ini seharusnya pekerja tidak boleh menghentikan pekerjaannya sebelum
batas waktu yang telah di sepakti karena jika dia berhenti melakukan perjanjian
kerja yang sudah disepakati, ia akan menerima sanksi ataupun denda. Namun,
seperti yang kita ketahui ada hal-hal yang tidak bisa kita awasi secara mutlak dalam
pelaksanaan perjanjian diantaranya keadaan orang tua atau keluarga pekerja
sehingga jika hal ini terjadi sebaiknya di bicarakan baik-baik agar kedua belah pihak
tidak ada yang dirugikan. Jadi secara keseluruhan, sesuai dengan kebijakan dan
ketentuan Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang PRT, Implementasi hubungan
kerja antara para pihak sudah dilakukan dengan cukup baik.