Abstract:
Pembunuhan berencana yang dilakukan oleh kepala Propam Ferdy Sambo
terhadap Ajudannya yakni Brigadir Yosua Hutabarat didalam putusan pengadilan
pertama Ferdy Sambo divonis pidana mati tetapi pada tingkat kasasi putusan diubah
menjadi seumur hidup yang dinilai merusak sendiri keadilan masyarakat. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui bentuk pembunuhan berencana yang dilakukan
Ferdy Sambo dalam Putusan No 813/K/Pid/2023, untuk mengetahui
Pertanggungjawaban pidana terhadap Ferdy Sambo dalam putusan No
813/K/Pid/2023, dan untuk mengetahui Pertimbangan Hakim dalam putusan No
813/K/Pid/2023.
Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, menggunakan data
sekunder serta data yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Kemudian alat
pengumpulan data yaitu: studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, Bentuk pembunuhan berencana yang
dilakukan oleh Ferdy Sambo dalam putusan No 813/K/Pid/2023 sebagai otak
pembunuhan dengan menskenariokan pembunuhan tersebut di rumah Ferdy Sambo
dengan menyuruh Richard Elizer untuk menembak Yosua Hutabarat sampai
meninggal hukum. Menurut hasil persidangan terbukti menyuruh dengan sadar dan
memaksa Eleizer untuk menembak mati brigadir Josua dan setelah itu menembak
ke dinding rumahnya dalam upaya menskenariokan bahwa pembunuhan ini
merupakan hasil tembak- menembak. Dimana Ferdy Sambo memiliki waktu yang
tenang untuk berpikir bahwa tindakan salah atau tidak Kedua Bahwa si Pelaku telah
menskenariokan secara detail bagaimana cara pembunuhan terbukti bahwa Ferdy
Sambo memiliki tingkat pikiran dan tenang sehingga unsur pembunuhan berencana
terhadap Brigadir Josua terbukti dan layak untuk mempertanggungjawabkannya.
pertimbangan hakim yang relevan dengan penjatuhan sanksi pidana terdapat.
Pertama, perubahan pidana mati menjadi pidana seumur hidup dilatarbelakangi
oleh alasan hakim kasasi tentang perlunya perubahan paradigma politik hukum
pidana di Indonesia, khususnya setelah pengesahan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2023 tentang KUH Pidana. melainkan menjadi bagian dari pemidanaan yang
lebih bersifat rehabilitatif.Kedua, hakim kasasi mempertimbangkan bahwa
peristiwa berdasarkan asas proporsionalitas. Ketiga, hakim kasasi menilai bahwa
fakta bahwa Terdakwa merespons secara ekstrem peristiwa Magelang menjadi poin
kritisnya, karena meskipun motif atau detail peristiwa tersebut tidak sepenuhnya
terungkap. Keempat, hakim kasasi mengkonstituir UU kehakiman harus
dipertimbangkan. Kelima, hakim kasasi berpendapat bahwa perubahan pidana mati
menjadi pidana penjara seumur hidup lebih sesuai dengan asas kepastian hukum,
keadilan, dan proporsionalitas.