dc.description.abstract |
Bilamana orang membicarakan masalah warisan, maka orang akan sampai
kepada dua masalah pokok, yaitu seorang yang meninggal dunia yang
meninggalkan harta kekayaannya sebagai warisan dan meninggalkan orang-orang
yang berhak untuk menerima harta peninggalan tersebut. Apabila terjadi suatu
peristiwa meninggalnya seseorang, hal ini merupakan peristiwa hukum yang
sekaligus menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana pengurusan dan
kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia itu. Penelitian
ini untuk mengetahui aturan hukum dalam pembagian waris pada perkawinan
poligami, bagaimana kedudukan anak terhadap harta warisan dari perkawinan
poligami, serta bagaimana perlindungan hukum terhadap anak dari perkawinan
poligami atas harta orang tua.
Metode penetian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan
data sekunder yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research).
Kemudian, data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam pembagian harta
warisan, hukum memberikan perlindungan dan pengakuan hak yang setara kepada
anak-anak dari perkawinan yang sah, baik itu perkawinan poligami maupun
perkawinan monogami. Pasal 96 ayat (1) KHI mengatur pembagian harta bersama
pasangan yang telah meninggal dunia, dengan perbedaan dalam bagian yang
diberikan kepada pasangan yang masih hidup tergantung pada keberadaan anak
dalam perkawinan tersebut. Penting untuk diingat bahwa anak-anak yang sah,
yang lahir dari perkawinan yang diakui oleh hukum, memiliki hak yang sama
dalam pembagian harta warisan, tanpa memandang jenis perkawinan. Putusan
Mahkamah Konstitusi juga mendukung prinsip ini dan menegaskan pentingnya
melindungi hak anak, termasuk anak-anak dari perkawinan poligami yang tidak
tercatat. Dengan demikian, kesetaraan hak waris diakui dalam hukum, menjaga
hak-hak anak dalam semua konteks perkawinan yang sah. |
en_US |