dc.description.abstract |
Dalam transaksi elektronik terdapat hal yang tidak dimiliki pelaku usaha
konvensional seperti umumnya transaksi elektronik menerapkan berbagai promo
besar-besaran, penerapan promo pada aplikasi ini membuat pesaing pelaku usaha
lain merasa diresahkan. Adapun penelitian ini untuk mengetahui praktek jual rugi
dengan sistem flash sale pada perdagangan berbasis elektronik menurut UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, apakah praktik jual rugi dalam transaksi elektronik
dengan sistem flash sale termasuk dalam kategori pelanggaran dalam persaingan
usaha, serta bagaimana dampak praktik jual rugi dalam transaksi elektronik
dengan sistem flash sale terhadap persaingan dunia usaha di Indonesia.
Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif,
sedangkan pendekatan menggunakan pendekatan perundang-undangan, sumber
data yang diambil dari data yang bersumber dari data sekunder yang diperoleh
yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research. Kemudian, data diolah
dan dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif
Berdasarkan hasil penelitian bahwa praktek jual rugi dengan sistem flash
sale pada perdagangan berbasis elektronik menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat diatur dalam Pasal 20. Pelanggaran praktik jual rugi dalam transaksi
elektronik memiliki tiga syarat antara lain harus membuktikan bahwa pelaku
usaha tersebut memasarkan produknya dengan harga rugi (memasarkan di bawah
average variable cost). Pelaku usaha hanya bisa dikategorikan menerapkan
tindakan predatory pricing yang dilarang jika jual rugi tersebut dilangsungkan
dalam jangka waktu tertentu, kemudian ia meningkatkan harga secara signifikan
pada periode waktu berikutnya. Dampak atau akibat menjual rugi terhadap
persaingan dunia usaha itu sendiri diantaranya sewaktu melancarkan praktik jual
rugi, pelaku usaha dominan akan menanggung kerugian dalam jangka waktu yang
relatif panjang, praktik predatory pricing tidak dapat dilakukan pada suatu pasar
yang bersifat sempurna, sebab ketika pelaku usaha dominan melakukan
peningkatan harga, maka pihak pesaing tentu secara mudah hadir kembali ke
dalam pasar. Pelaku usaha dominan umumnya akan menggelontorkan dana
sebagai sunk cost. Pelaku usaha yang melancarkan praktik predatory pricing yang
tidak dilangsungkan oleh pelaku usaha yang menyandang posisi dominan, maka
berpotensi menyebabkan kerugian. Selain itu, perbuatan predatory pricing
berpotensi mengalami kegagalan manakala pihak pesaing yang menjadi target
untuk dieliminasi justru memiliki kekuatan untuk bertahan pada kondisi pasar
yang labil. |
en_US |