dc.description.abstract |
Pemberlakuan Perlindungan Hukum Terhadap Anak menjadi perhatian
khusus bagi masyarakat, perkembangan teknologi juga membuat maraknya
berbagai jenis tindak kejahatan yang dapat terjadi kepada setiap orang termasuk
anak. Dengan demikian, di Indonesia khususnya anak menjadi salah satu
pengguna perangkat elektronik dan pemilik akun di media sosial yang dapat
memicu anak menjadi korban kejahatan. Kejahatan yang sedang berkembang dan
menggelisahkan kehidupan masyarakat ialah kejahatan seksual terhadap anak
dengan modus pendekatan pelaku melalui media sosial, berbagai artikel yang
ditemukan di Indonesia bahwa kejahatan seksual terhadap anak semakin
meningkat setiap tahunnya. Hal demikian tentunya menjadi kerja keras bagi orang
tua, masyarakat, dan pemerintah turut andil melakukan perlindungan terhadap
anak. Kejahatan seksual yang terus meningkat setiap tahunnya merupakan
pembuktikan bahwa pemberlakuan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual
terhadap anak masih belum dapat dikatakan sebagai hukuman yang membuat efek
jera bagi pelakunya ataupun seseorang yang ingin melakukannya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji Modus Kejahatan Seksual, Faktor Penyebab Kejahatan
Seksual dan Perlindungan Hukum Terhadap Anak korban kejahatan seksual
dengan modus pelaku melalui media sosial.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan pendekatan yuridis
empiris yang bersumber dari data primer, dengan melakukan studi lapangan
melalui wawancara dengan Koordinator Unit Pusat Kajian Pengaduan Anak dan
Perempuan di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak dan data sekunder yaitu
dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan hukum mengenai
perlindungan hukum terhadap anak korban kejahatan seksual dengan modus
media sosial belum dapat menjamin hukuman dan perlindungan yang adil baik
bagi pelaku dan korban. Yang menarik perhatian penulis adalah bahwa pelaku
kejahatan seksual tidak dijatuhi hukuman berdasarkan modus yang dilakukannya
seperti media sosial, dan tidak memberikan efek jera terhadap pelaku dan
perlindungan yang diperoleh korban tidak dapat menjadikannya kembali normal
sebelum menjadi korban kejahatan seksual atau mengurangi trauma bagi anak
korban kejahatan seksual. |
en_US |