Abstract:
Dengan menggunakan pendekatan deskriftif kualitatif, responden yang menjadi
obyek penelitian, secara metodologis akan dipahami dan dideskripsikan perilaku
komunikasi yang terjadi dalam keluarga pernikahan beda suku. Mendukung
pendekatan interpretif, digunakan tradisi fenomenologi yang fokus pada
pengalaman seseorang, termasuk pengalamannya dengan orang lain, sehingga
teori komunikasi antarbudaya lebih dapat dipahami dengan mudah. Obyek
penelitiannya adalah keluarga pernikahan beda suku dengan beragam variasi dan
latar belakang. Hal ini dimaksudkan untuk melakukan perbandingan dalam
mencari dan mengungkap pengalaman setiap individu. Kemudian akan didapat
temuan-temuan yang dapat menjadi sumbangan dalam tema komunikasi
antarbudaya konteks perkawinan beda suku. Menghadapi persoalan komunikasi
antarbudaya, dalam konteks perkawinan campuran, stereotip (pandangan) dapat
mempengaruhi penilaian keluarga besar terhadap seseorang yang akan dijadikan
pendamping hidup. Begitu kuatnya hubungan kekeluargaan dalam etnis
Mandailing, sehingga pendapat keluarga selalu dijadikan pertimbangan untuk
mengambil keputusan. Diperlukan komitmen luar biasa oleh pasangan kawin beda
suku, sehingga segala bentuk miskomunikasi dapat lebih mudah teratasi.
Termasuk ketika masing-masing pihak melakukan penyesuaian agar perkawinan
dapat terjadi dan mendapat lampu hijau dari keluarga besar. Dari upaya ini
kemudian dapat ditemukan kesamaan dari etnis Jawa dan etnis Mandailing.
Persoalan kedua adalah latar belakang personal atau individu pelaku kawin beda
suku. Mayoritas pasangan yang memutuskan melakukan kawin beda suku harus
memiliki pola pikir terbuka terhadap budaya yang dibawa oleh pasangannya,
termasuk kepercayaan, nilai dan norma. Jika kedua pihak tidak memiliki pola
pikir terbuka, akan terjadi pemaksaan kehendak untuk mempraktikkan
kepercayaan, nilai dan norma yang dianut oleh pasangannya, sehingga
kemungkinan langgengnya sebuah perkawinan ibarat jauh panggangan dari api.
Pada akhirnya nilai sosial dan nilai budaya keluarga kawin beda suku akan sangat
tampak ketika masuk dalam konteks penyelesaian persoalan dan konflik. Setiap
pasangan berusaha mengambil keputusan dalam pemecahan masalah tidak
berlandaskan keputusan emosional pribadi berlatar budaya, melainkan keputusan
rasional yang dapat digunakan sebagai jalan keluar.