dc.description.abstract |
Jabatan menteri mempunyai kewenangan yang sangat rentan untuk
menyalahgunakan kekuasaaan (abuse of power). Namun sangat disayangkan di
Indonesia saat ini ada suatu problematika terhadap jabatan menteri salah satunya
perihal rangkap jabatan pimpinan partai politik yang menjabat sebagai Menteri
negara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan menteri negara dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia, pengaturan rangkap jabatan sebagai pejabat
negara dan konsekuensi hukum terhadap menteri negara sebagai pimpinan partai
politik dalam struktur kabinet di Indonesia.
Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normative
dengan sifat penelitian deskriptif, yang menggunakan data hukum Islam dan data
sekunder. Data diperoleh dengan cara menganalisis studi kepustakaan. Kemudian,
data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kedudukan menteri negara
dalam sistem ketatanegaraan indonesia yaitu merujuk pada desain ketatanegaraan,
kedudukan dan peran menteri dikonstruksikan tersendiri dalam Pasal 17 BAB V
UUD 1945 mengenai Kementerian Negara. pengaturan rangkap jabatan sebagai
pejabat negara yakni diaturnya larangan tentang rangkap jabatan dalam UU
Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara untuk mencegah terjadinya
terjadinya. Mengenai menteri yang merangkap jabatan di partai politik, di dalam
UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara tidak disebutkan bahwa
menteri dilarang merangkap jabatan sebagai anggota partai politik. Tetapi jika
ditelaah isi dalam Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian
Negara yang salah satunya berbunyi, “pimpinan organisasi yang dibiayai dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah”, yang mana partai politik termasuk organisasi yang salah satu
pendapatannya. Seperti yang tertuang dalam Pasal 34 UU No 2 Tahun 2011
Tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
konsekuensi hukum terhadap menteri negara sebagai pimpinan partai politik
dalam struktur kabinet di Indonesia yaitu akan memunculkan potential conflict of
interest, yaitu suatu konflik kepentingan yang belum terjadi, tetapi secara
potensial suatu saat akan terjadi. Hal ini misalnya dapat dibuktikan dengan situasi
pada suatu saat, apakah kunjungan seorang menteri dalam kampanye atau
pertemuan parpol bisa dibedakan sebagai ketua umum atau pengurus parpol.
Selain itu, rangkap jabatan menteri tentu saja akan mengurangi konsentrasi dan
komitmen untuk menjamin terlaksananya kontrak kinerja dan pakta integritas
yang sudah ditandatangani para menteri karena beban yang juga harus ditanggung
untuk memajukan program parpol. |
en_US |