dc.description.abstract |
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam berbagai sistem hukum, tidak
dipenuhinya kebebasan dalam menyatakan kehendak, merupakan salah satu alasan
untuk menyatakan bahwa kesepakatan dalam perjanjian tersebut cacat. Tetapi
dalam perkembangan lebih lanjut, hukum perjanjian menerima penyalahgunaan
keadaan sebagai unsur yang menyebabkan cacat kehendak. Dalam praktik
peradilan di Indonesia, terdapat berbagai variasi putusan pengadilan, baik dalam
pengadilan tingkat pertama maupun dalam tingkat yang lebih tinggi dalam perkara
gugatan pembatalan perjanjian berdasarkan unsur penyalahgunaan keadaan.
Berdasarkan hasil kajian, dalam praktik tidak semua gugatan atas dasar terjadinya
penyalahgunaan keadaan dikabulkan oleh hakim. Salah satu contoh kasus adanya
pembatalan perjanjian akibat adanya penyalahgunaan keadaan diantaranya pernah
terjadi dalam putusan Nomor 234/Pdt.G/2020/PN.Mtr. Adapun penelitian ini
untuk mengetahui pengaturan hukum perjanjian jual beli hak atas tanah yang
berlaku di Indonesia, penyalahgunaan keadaan sebagai alasan dalam membatalkan
suatu perjanjian, serta analisis hukum Putusan Nomor 234/Pdt.G/2020/PN.Mtr.
Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif,
sedangkan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan perundangundangan,
dalam penelitian ini sifat penelitian adalah deskriptif, sebagaimana
sumber data yang diambil dari data yang bersumber dari data sekunder yang
diperoleh secara studi kepustakaan (library research). Kemudian, data diolah dan
dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengaturan hukum perjanjian jual beli
hak atas tanah yang berlaku di Indonesia terutama diatur dalam Pasal 1338
KUHPerdata. Penyalahgunaan keadaan sebagai alasan dalam membatalkan suatu
perjanjian dapat terlihat yakni dengan menggunakan asas itikad baik sebagai pintu
masuk Hakim untuk menilai suatu perjanjian. Iktikad baik dalam hukum kontrak
mengacu kepada tiga bentuk perilaku para pihak dalam kontrak. Putusan Nomor
234/Pdt.G/2020/PN.Mtr dimana dianalisis dari perjanjian yang telah dilakukan
antara pihak-pihak terkait terdapat kesalahan, yang pertama perjanjian yang
harusnya adalah perjanjian gadai ternyata adalah perjanjian jual beli akta tanah
yang tidak disadari oleh pemilik surat tanah, pada saat peristiwa terjadi pemilik
surat tanah tidak teliti dan membaca surat perjanjian tersebut secara langsung
dikarenakan sudah percaya terhadap pihak pihak terkait, begitu juga pihak Notaris
yang menjadi pejabat pembuat perjanjian tersebut tidak menjelaskan kepada
pemilik surat tanah bahwasanya surat yang ditandatangani merupakan surat
perjanjian jual beli. |
en_US |