dc.description.abstract |
Pelaksanaan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan kepada Bank tidak
telepas dari peran Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Kegiatan antara
bank dan debitur yang melakukan peralihan jaminan Hak Tanggungan tersebut sangat
berkepentingan untuk membuat suatu perjanjian diantara mereka. Dalam Pasal 10 ayat 2
Undang-Undang Hak tanggungan disebutkan bahwa Pemberian Hak Tanggungan
dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penandatanganan akta harus dilakukan para pihak di hadapan PPAT dan dua (2) orang
saksi. Ketentuan tersebut memberikan kepastian kehadiran para pihak yang hadir di
hadapan PPAT adalah pihak yang juga bertandatangan dalam akta. Namun pada
kenyataannya penandatanganan APHT tersebut tidak dilakukan tanpa dihadiri salah satu
pihak. Maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan tesis tentang
Pertanggungjawaban PPAT Terhadap Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) Dalam
Perjanjian Kredit Yang Penandatangannya Tidak Dihadiri Salah Satu Pihak (Studi
Putusan Nomor No. 1217K/PDT/2016).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab PPAT
dalam Pemberian Hak Tanggungan pada perjanjian kredit yang penandatangannya tanpa
dihadiri salah satu pihak, untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum terhadap
Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dinyatapan batal demi hukum
berdasarkan putusan pengadilan serta untuk mengetahui perlindungan hukum bagi para
pihak pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dalam perjanjian kredit yang batal
demi hukum. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah
metode pendekatan hukum normatif empiris, yaitu penelitian hukum yang objek
kajiannya meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta penerapannya pada
peristiwa hukum.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa pertanggungjawaban PPAT meliputi
pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan administratif. Berdasarkan UU Hak
Tanggungan Pasal 10 Ayat 2 bahwa Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 28 Ayat 2 Huruf a
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 bahwa pembuatan
akta PPAT yang dilakukan, sedangkan diketahui oleh PPAT yang bersangkutan bahwa
para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum atau kuasanya sesuai peraturan
perundang- undangan tidak hadir dihadapannya maka hal ini merupakan pelanggaran
berat dan sanksi yang diberikan terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran berat
tersebut adalah diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya. Pelanggaran terhadap
ketentuan ini menyebabkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh
PPAT menjadi batal demi hukum. Kelalaian dan kesalahan PPAT ini dapat dikategorikan
dalam perbuatan melanggar hukum, sehingga sebagai bentuk perlindungan hukum bagi
para pihak maka PPAT dapat diminta pertanggungjawabannya berupa ganti kerugian bagi
pihak yang telah dirugikan. |
en_US |