Research Repository

PERTANGGUNGJAWABAN PPAT TERHADAPAKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT) DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG PENANDATANGANANNYA TIDAK DIHADIRI SALAH SATU PIHAK (STUDI PUTUSAN NOMOR NO. 1217K/PDT/2016)

Show simple item record

dc.contributor.author DEVIANI, YUNITA
dc.date.accessioned 2022-11-23T01:33:58Z
dc.date.available 2022-11-23T01:33:58Z
dc.date.issued 2022-03-01
dc.identifier.uri http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/19597
dc.description.abstract Pelaksanaan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan kepada Bank tidak telepas dari peran Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Kegiatan antara bank dan debitur yang melakukan peralihan jaminan Hak Tanggungan tersebut sangat berkepentingan untuk membuat suatu perjanjian diantara mereka. Dalam Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang Hak tanggungan disebutkan bahwa Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penandatanganan akta harus dilakukan para pihak di hadapan PPAT dan dua (2) orang saksi. Ketentuan tersebut memberikan kepastian kehadiran para pihak yang hadir di hadapan PPAT adalah pihak yang juga bertandatangan dalam akta. Namun pada kenyataannya penandatanganan APHT tersebut tidak dilakukan tanpa dihadiri salah satu pihak. Maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan tesis tentang Pertanggungjawaban PPAT Terhadap Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) Dalam Perjanjian Kredit Yang Penandatangannya Tidak Dihadiri Salah Satu Pihak (Studi Putusan Nomor No. 1217K/PDT/2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab PPAT dalam Pemberian Hak Tanggungan pada perjanjian kredit yang penandatangannya tanpa dihadiri salah satu pihak, untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum terhadap Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dinyatapan batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan serta untuk mengetahui perlindungan hukum bagi para pihak pada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dalam perjanjian kredit yang batal demi hukum. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode pendekatan hukum normatif empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan serta penerapannya pada peristiwa hukum. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pertanggungjawaban PPAT meliputi pertanggungjawaban secara perdata, pidana dan administratif. Berdasarkan UU Hak Tanggungan Pasal 10 Ayat 2 bahwa Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 28 Ayat 2 Huruf a Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 bahwa pembuatan akta PPAT yang dilakukan, sedangkan diketahui oleh PPAT yang bersangkutan bahwa para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum atau kuasanya sesuai peraturan perundang- undangan tidak hadir dihadapannya maka hal ini merupakan pelanggaran berat dan sanksi yang diberikan terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran berat tersebut adalah diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini menyebabkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang dibuat oleh PPAT menjadi batal demi hukum. Kelalaian dan kesalahan PPAT ini dapat dikategorikan dalam perbuatan melanggar hukum, sehingga sebagai bentuk perlindungan hukum bagi para pihak maka PPAT dapat diminta pertanggungjawabannya berupa ganti kerugian bagi pihak yang telah dirugikan. en_US
dc.subject Pertanggungjawaban en_US
dc.subject PPAT en_US
dc.subject Akta Pemberian Hak Tanggungan en_US
dc.title PERTANGGUNGJAWABAN PPAT TERHADAPAKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN (APHT) DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG PENANDATANGANANNYA TIDAK DIHADIRI SALAH SATU PIHAK (STUDI PUTUSAN NOMOR NO. 1217K/PDT/2016) en_US
dc.type Thesis en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Browse

My Account