dc.description.abstract |
Masalah kejahatan memang selalu menuntut perhatian yang serius dari
waktu ke waktu. Kitab Undang-undang hukum pidana dalam buku kedua sudah
mengatur tentang kejahatan. Suatu perbuatan itu dikatakan kejahatan apabila
melanggar ketentuan dalam buku kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Pada kenyataannya tidak semua kejahatan dilakukan oleh orang yang jiwanya
normal. Perkembangannya di Indonesia, muncul beberapa kasus pidana yang
dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan jiwa. Sebuah kasus tindak pidana
yang diperbuat oleh orang yang dianggap memiliki gangguan kejiwaan ada 2
(dua) kemungkinan yang dapat terjadi, terbebas dari hukuman atau tetap
mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan keputusannya seharusnya terletak
pada penafsiran hakim terhadap kualifikasi dalam Pasal 44 KUHP. Sedangkan
Pasal 44 KUHP yang mengatur masalah pertanggungjawaban pidana bagi pelaku
yang mengalami gangguan kejiwaan tidak menjelaskan secara jelas maksud dan
cakupan istilah gangguan kejiwaan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data
yang digunakan yaitu data sekunder dengan mengelola data dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Serta alat pengumpul
data dari dokumen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti isi
dokumen tersebut.
Politik hukum pidana terhadap pelaku pembunuhan yang mengidap sakit
jiwa skizofrenia merupakan suatu bentuk kejahatan, dimana Pupun Bin Sanusi
telah melakukan pembunuhan sesuai dengan Pasal 338 KUHP. kemampuan
bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa seseorang dan
bukan kepada kemampuan berpikir dari seseorang. Walaupun dalam istilah yang
resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstandelijke vermogen
(daya/kemampuan berpikir/kecerdasan dengan kata lain kemampuan akal
manusia). Keputusan hakim Pengadilan Negeri Cianjur yang menyatakan Pupun
Bin Sanusi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Pembunuhan”, akan tetapi terhadap perbuatan tersebut tidak dapat dimintakan
pertanggungjawaban kepadanya karena ada alasan pemaaf. Hakim memutuskan
melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum dan memerintahkan kepada
penuntut umum untuk menempatkan terdakwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat untuk menjalani perawatan selama 3 (tiga) bulan |
en_US |