Research Repository

PERLUASAN KEWENANGAN PRAPERADILAN MENGENAI PENETAPAN TERSANGKA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI ATAS TINDAKAN OPERASI TANGKAP TANGAN (ANALISIS PMK No.21/PUU-XII/2014)

Show simple item record

dc.contributor.author Panjaitan, M. Ali Akbar
dc.date.accessioned 2022-06-06T06:50:29Z
dc.date.available 2022-06-06T06:50:29Z
dc.date.issued 2022-06-06
dc.identifier.uri http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/18213
dc.description.abstract Ada dua teknik yang digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yaitu penyadapan dan penjebakan. Namun sistem OTT sering menimbulkan opini publik bahwa KPK melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), serta melanggar hak privasi seseorang karena ketidakjelasan mengenai mekanisme dan batasan kewenangan penjebakan dan penyadapan dalam melakukan OTT. Isitilah OTT juga tidak terdapat dalam KUHAP, UU KPK, dan UU tindak pidana korupsi tidak mengatur OTT. Hal ini juga sering sekali menimbulkan tindakan sewenang wenang dari aparat penegak hukum KPK dalam setiap upaya paksa seperti penetapan seseorang sebagai tersangka yang dilakukan dengan mengabaikan hak asasi dari tersangka atau terdakwa. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji bagaimana pengaturan dan prosedur OTT yang dilakukan KPK, bagaimana kewenangan praperadilan mengenai penetapan tersangka korupsi oleh KPK atas tindakan OTT sebelum berlaku PMK No.21/PUU-XII/2014, dan bagaimana perluasan kewenangan praperadilan dalam hal penetapan tersangka pelaku tindak pidana korupsi setelah PMK No.21/PUU-XII/2014. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum yuridis normatif yang menggunakan bahan hukum utama dengan cara menelaah pengertian, perbandingan, dan menganalisis yang berkaitan dengan perluasan kewenangan praperadilan mengenai penetapan tersangka korupsi yang dilakukan KPK atas tindakan OTT. Berdasarkan hasil penelitian ini dipahami bahwa KUHAP memberikan jaminan terhadap tersangka atau terdakwa untuk melakukan tuntutan atau gugatan atas setiap upaya paksa yang dilakukan aparat penegak hukum melalui lembaga praperadilan, agar membuktikan apakah setiap upaya paksa tersebut sah dan tidak melanggar hak asasi manusia. Namun lembaga praperadilan hanya memberikan jaminan terbatas pada sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka, keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Untuk memberikan perlindungan hak asasi manusia khususnya mengenai hak-hak tersangka lebih terlindungi Mahkamah Konstitusi mengeluarkan PMK No.21/PUU XII/2014 dengan memperluas objek praperadilan seperti sah atau tidaknya penetapan tersangka, penyitaan, dan penggeledahan. en_US
dc.subject Perluasan Praperadilan en_US
dc.subject KPK en_US
dc.title PERLUASAN KEWENANGAN PRAPERADILAN MENGENAI PENETAPAN TERSANGKA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI ATAS TINDAKAN OPERASI TANGKAP TANGAN (ANALISIS PMK No.21/PUU-XII/2014) en_US
dc.type Thesis en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Browse

My Account