Abstract:
Masyarakat Batak Mandailing, seperti suku Batak di daerah lainnya pada
dasarnya menganut prinsip kekerabatan parental, oleh karena itu setiap individu
dalam menarik garis keturunannya selalu menghubungkan dirinya kepada pihak
ayah. Masyarakat Batak Mandailing mayoritasnya adalah pemeluk agama
Islam.Mereka memiliki prinsip ‘‘Hambar do adat dot ugamao”, artinya "adat dan
agama berjalan bersamaan". Maka dapat dilihat bahwa hukum yang berlaku
pada masyarakat Batak Mandaling adalah hukum adat yang tidak terlepas dari
ajara Islam.sehingga dapat dilihat dalam praktek dalam pengamalannya
masyarakat Batak Mandailing selalu mengamalkan hukum Islam dan
menganggapnya sekaligus sebagai hukum adat. Penelitian merupakan penelitian
hukum terkait persooalan kewarisan terhadap cucu sebagai ahli waris pengganti
dalam masyarakat mandailing. Fokus penelitian adalah bagaimana kewarisan
cucu yang orang tuanya lebih dauhulu meninggal oleh pewaris menurut
Kompilasi Hukum Islam, bagaimana penyelesaian cucu yang orang tuanya lebih
dahulu meninggal dari orang yang mewariskan harta pada masyarakat Batak
Mandailing, bagaiamana nilai-nilai keadilan dan kemashlahatan ketika pemberian
harta warisan kepada cucu yang orang tuanya lebih dahulu meninggal dari
pewaris. Model penelitian (mode of inquiry) penelitian ini adalah kualitatif.
Langkah pendahuluan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan dengan
mengamati pelaksanaan hukum kewarisan terhadap kedudukan cucu yang orang
tuanya lebih dahulu meninggal dunia dari pewaris pada masyarakat mandailing di
Kota Padangsidimpuan. Penelitian ini menggunakan teori keadilan Rawls
dipergunakan dalam menganalisa data penelitian ini dan pada akhirnya penelitian
ini menunjukkan bahwa sesungguhnya semangat pelaksanaan hukum
masyarakat mandailing terhadap Hukum Islam khususnya dibidang waris adalah
semangat kemashlahatan dan keadilan hukum. Hanya saja dari penelitian ini, hal
yang menarik adalah masyarakat madailing di Kota Padangsidimpuan tetap
berusaha berada dalam mazhabnya (Syafi’i) dan walaupun dalam hal ini cucu
yang orang tuanya terlebih dahulu meninggal dari pewaris secara fikih syafi’i
hukumnya terhijab sehingga tidak berhak mendapatkan harta waris. Namun
demikian masyarakat mandailing tetap memberikan cucu yang orang tuanya
terlebih dahulu meninggal dari pewaris dengan jalan pemberian dari bagian
paman-pamannya.