Abstract:
Terjadinya sertifikat ganda hak atas tanah di Indonesia bukanlah sesuatu yang
baru terjadi di Indonesia. Adanya sertifikat hak atas tanah padahal untuk
memberikan kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah. Sertifikat ganda
tersebut menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum bagi pembeli atau pemilik
tanah. Terjadinya sertifikat ganda hak atas tanah tentunya memiliki akibat hukum
jika dilihat dari konteks Hukum Perdata, misalnya dalam Putusan MA RI No. 52
K/TUN/2007, yang dilatarbelakangi dengan persoalan jual-beli tanah yang
ternyata memiliki sertifikat ganda. Putusan MA RI yang membatalkan salah satu
sertifikat hak atas tanah yang dimiliki oleh si pembeli tentunya tidak memberikan
perlindungan hukum terhadap pembeli tanah, yang harus rugi secara materil,
karena untuk keperluan membeli tanah tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah tentang terjadinya sertifikat
ganda hak atas tanah, untuk menganalisis akibat hukum terhadap sertifikaf ganda
dilihat dari konteks Hukum Perdata; serta menganalisis perlindungan hukum bagi
pemegang hak atas tanah dalam hal terdapat sertifikat ganda menurut Hukum
Perdata berdasarkan Putusan MA RI No.52 K/TUN/2007. Penelitian ini bersifat
deskriptif analisis, yang mengarah pada penelitian yuridis empiris. Pendekatan
dalam penelitian ini adalah pendekatan terhadap asas-asas hukum. Alat
pengumpul data dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder yaitu dengan
cara studi pustaka serta. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa terjadinya sertifikat ganda hak
atas tanah adalah disebabkan oleh kesalahan pemilik tanah yang tidak
memerhatikan tanah miliknya; Faktor kedua secara umum yang menjadi penyebab
terjadinya sertifikat ganda adalah karena Kantor Pertanahan Nasional diyakini
tidak memiliki basis data terkait dengan bidang-bidang tanah baik yang sudah
terdaftar maupun yang belum terdaftar. Faktor ketiga yakni karena pemerintah
setempat dimana tanah itu berada, seperti kelurahan atau desa yang ternyata sama
sekali tidak memiliki data terkait tanah-tanah yang sudah disertifikatkan dan
sudah ada penguasaannya atau data yang tidak valid. Bahwa akibat hukum
terjadinya sertifikaf ganda diihat dari konteks Hukum Perdata adalah adanya
kerugian materiil yang akan dialami oleh pembeli tanah, karena tanah itu ternyata
pemiliknya lebih dari satu orang yang dibuktikan dengan terbitnya surat sertifikat
atas tanah yang diterbitkan oleh BPN. Bahwa Perlindungan hukum bagi
pemegang hak atas tanah dalam hal terdapat sertifikat ganda menurut Hukum
Perdata terkait dengan jual-beli tanah termaktub dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998, yang mengharuskan bahwa pendaftaran tanah yang
muaranya adalah sertifikat tanah, diharuskan melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT).