dc.description.abstract |
Saham auto reject bawah di masa pandemi ini merupakan hal baru di
Indonesia. Pada kuartal I tahun 2020 terjadi fenomena yang mengejutkan dunia
dengan munculnya pandemi global, yaitu pandemi covid-19. Tepatnya pada bulan
Maret Tanggal 11 Tahun 2020, organisasi international World Health Organization
(WHO) menyampaikan bahwa covid-19 yang sedang merebak di berbagai dunia
ditetapkan sebagai pandemi ini banyak sekali merubah polarisasi kehidupan banyak
orang, termasuk berinvestasi. Maka dari itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
memerintahkan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk merubah ketentuan batas auto
reject bawah (ARB) menjadi 7% untuk seluruh fraksi harga dan memerintahkan
untuk meniadakan saham-saham yang bisa diperdagangkan pada sesi pra
pembukaan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis data sekunder yang terkait
dengan saham auto reject bawah pada masa pandemi sehingga penelitian yang
dilakukan adalah penelitian normatif yang bersifat penelotian deskriptif. Sehingga
data yang dianalisis hanya data sekunder yang mencakup bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan,
pengaturan saham auto reject bawah diatur dalam surat OJK No.S273/PM.21/2020 tentang perintah mengubah batasan auto rejection pada peraturan
perdagangan di Bursa Efek. Bursa menetapkan perubahan batasan auto rejection
untuk menahan covid-19 terhadap pasar modal melalui SK Direksi PT Bursa Efek
Indonesia No : KEP-00025/BEI/03-2020 tentang Perubahan Peraturan Nomor II-A
tentang Perdagangan Efek. Akibat hukum yang didapatkan terhadap saham auto
reject bawah karena adanya margin call dalam tranksaksi margin. Dalam literatur
pasar modal dijelaskan bahwa berinvestasi dengan margin berarti melakukan
deposit di akun sekuritas dan menjamin sisa uang dari sekuritas untuk investasi.
Margin call terjadi ketika broker meminta investor untuk menambah margin
sebagai akibat dari kerugian posisi. Kejadian auto reject bawah diindifikasikan
karena adanya force sell (jual paksa) oleh broker karena investor tidak bisa
mengembalikan dana margin akibat saham yang dibeli terus menerus mengalami
kerugian. Peran OJK sendiri itu untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor
keuangan. |
en_US |