dc.description.abstract |
Salah satu bentuk perlindungan terhadap korban kejahatan dan merupakan
hak dari seseorang yang menjadi korban tindak pidana adalah untuk mendapatkan
kompensasi dan restitusi, kemudian di Indonesia disahkan Undang-undang Nomor
13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Konpensasi, Restitusi, Rehabilitasi,
terhadap Korban Pelanggaran HAM berat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaturan hukum ganti rugi terhadap korban tindak pidana, untuk
mengetahui pengajuan ganti rugi terhadap korban tindak pidana, dan untuk
mengetahui kendala pengajuan ganti rugi terhadap korban tindak pidana.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan hukum yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang
mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa 1) Implementasi tuntutan
ganti kerugian tindak pidana pemerkosaan dalam pasal 98 KUHAP senyatanya
(riilnya atau yang berlaku saat ini). Pasal tersebut yaitu pasal 98 KUHAP belum
dimanfaatkan secara maksimal oleh korban tindak pidana, khususnya korban
tindak pidana pemerkosaan, hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian yang
menunjukan bahwa sampai saat ini di wilayah hukum Kota Medan belum ada
seorang korban tindak pidana, khususnya korban tindak pidana pemerkosaan yang
melakukan penggabungan tuntutan ganti rugi terhadap pelaku tindak pidana
berdasarkan pasal 98 KUHAP. 2) Untuk Implementasi tuntutan ganti kerugian
tindak pidana pemerkosaan dalam pasal 98 KUHAP yang seharusnya (yang ideal
berdasarkan hukum masa depan), yang saat ini diharapkan diakomodir oleh
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelindungan Saksi dan Korban. 3)
Dengan adanya Keterbatasan UU PSK dalam memberikan peran layanan bantuan
bagi korban oleh LPSK, maka harus didorong dengan mengembangkan jaringan
kerja atau mengelola lembaga mitra. LPSK harus menmobilisasi adanya
kerjasama-kerjasama formal dengan lembaga penegak hukum lainnya (seperti
Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi,
Komnas HAM dll) maupun lembaga setingkat departemen lainnya (seperti ;
Departemen Hukum dan HAM maupun Departemen Sosial, Departemen
Kesehatan, Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Kementrian Kesejahteraan
Rakyat). |
en_US |