Abstract:
Legalitas pendaftaran CV setelah terbitnya Permenkumham No.17/2018,
yang sebelumnya pendaftaran CV dilakukan di Pengadilan Negeri sesuai dengan
domisili hukum kedudukan CV berada. Berdasarkan Pasal 23 KUHD, pendaftaran
akta pendirian CV dilakukan di kepaniteraan pengadilan negeri dimana CV
didirikan. Namun sejak diundangkannya Permenkumham No.17/2018, maka
pendaftaran akta pendirian CV dilakukan melalui SABU yang berada di bawah
naungan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Kedudukan Permenkumham
No.17/2018 dalam hierarki perundang-undangan di Indonesia berada di bawah
KUHD, sehingga tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui legalitas dan
kepastian hukum surat keterangan terdaftar dan surat pencatatan pendaftaran serta
surat keterangan pendaftaran perubahan yang diterbitkan oleh Ditjen AHU, dan
akibat hukum atas pendirian dan perubahan akta CV terhadap pihak ketiga.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya, dengan
metode pendekatan yang digunakan antara lain pendekatan perundang-undangan
dan pendekatan taraf sinkronisasi hukum. Penelitian ini bersifat deskriptif untuk
mengetahui dan memaparkan informasi dan data secara faktual dengan cara yang
sistematis dan akurat, serta analisis terhadap data yang terkumpul dilakukan
secara kualitatif yakni dengan menganalisis informasi yang didapat dari peraturan
perundang-undangan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan
UUD Tahun 1945, kedudukan KUHD masih berkedudukan sebagai undang- undang, hal tersebut dipertegas dalam Pasal 7 Ayat (1) UU No.12 Tahun 2011.
Sehingga berdasarkan asas lex superior derogat legi inferior, maka yang
berwenang untuk melakukan dan menerima pendaftaran akta pendirian dan akta
perubahan CV adalah panitera pengadilan negeri dimana kedudukan CV berada.
Kemudian akibat hukum pendirian dan perubahan CV bagi tanggung jawab
sekutu terhadap pihak ketiga yakni ditanggung oleh masing-masing sekutu,
dimana sekutu pasif bertanggung jawab hingga ke harta pribadi sedangkan sekutu
komanditer bertanggung jawab hanya sebatas modal yang ditempatkannya saja,
sepanjang sekutu pasif tidak turut aktif melakukan perbuatan kepengurusan di
dalam persekutuan komanditer.