Abstract:
Perjanjian perkawinan hanya dapat dibuat pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan akan tetapi pasca keluarnya putusan MK, Pasal 29 UU
Perkawinan ayat (1) penambahan frasa “…perjanjian tertulis yang disahkan oleh
pegawai pencatat perkawinan atau notaris”. Sebelum adanya putusan ini,
pengesahan perjanjian perkawinan hanya dapat dilakukan oleh pegawai pencatat
perkawinan. Akan tetapi pasca putusan MK, notaris juga diberikan kewenangan
untuk mengesahkan perjanjian perkawinan. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis
prosedur pembuatan perjanjian perkawinan, serta menganalisis akibat hukum
perjanjian perkawinan, dan menganalisis perlindungan hukum terhadap pihak
ketiga akibat perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan berlangsung. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif, dengan
menggunakan 2 metode pendekatan yaitu berupa pendekatan perundang-undangan
dan metode pendekatan historis. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, serta
hasil penelitian menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Prosedur pencatatan perjanjian
perkawinan pada Pasal 29 ayat (1) UUP setelah adanya MK No. 69/PUU- XIII/2015 tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum
perkawinan tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung. KUHPerdata
sebagai dasar hukum perjanjian kawin yang mendahului UUP telah mengatur
perjanjian perkawinan secara konkrit.Ketentuan dalam KUH Perdata tidak secara
tegas dihapus seluruhnya oleh UUP kecualimengenai beberapa hal yang diatur
secara tegas dan perjanjian kawin yang dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) UUP
yaitu perjanjian yang didaftarkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Akibat
hukum perjanjian perkawinan: menimbulkan terjadinya perubahan terhadap status
harta benda pasangan suami istri yang membuatnya, yang didalamnya
menyangkut pihak ketiga sehingga perlunya inventarisasi harta secara tegas
mengenai harta dan utang mana yang akan mereka masukkan dalam perjanjian
serta siapa pihak yang bertanggung jawab. Perlindungan hukum terhadap pihak
ketiga akibat perjanjian perkawinan yang dibuat setelah perkawinan berlangsung,
diantaranya: perjanjian perkawinan seharusnya dibuat dihadapan Notaris,
Perjanjian perkawinan harus dibuat dengan itikad baik para pihak, Perjanjian
perkawinan wajib dicatatkan oleh petugas pencatat perkawinan. Pengesahan
perjanjian perkawinan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak boleh
dilewatkan oleh suami istri yang membuat perjanjian perkawinan, supaya
perlindungan hukum terhadap pihak ketiga terpenuhi serta untuk memenuhi asas
Publisitas, seperti yang telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UUP.