Abstract:
Penelitian Ini Membahas Salah Satu Kasus Tentang Tanggung Jawab
Direksi Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Atas Akta Perjanjian Kredit (Studi
Putusan MA RI Nomor 55/K/2009). Pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007, yakni rapat umum pemegang saham, direksi, dan
komisaris yang mempunyai fungsi dan tugas serta Kewenangan masing masing.
dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan sampai terjadi suatu
perbuatan melawan hukum oleh Direksi yang melakukan perjanjian kredit dengan
Bank yang menimbulkan kerugian bagi Perusahaan dan melakukan perbuatan
melawan hukum yaitu menggunakan dana Perusahaan demi kepentingan
pribadinya.Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis Kasus
Tentang Tanggung Jawab Direksi Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Atas
Akta Perjanjian Kredit .
Penelitian ini merupakan penelitian secara normatif dengan menggunakan
data primer dan data skunder. yang berupa bahan hukum yang berupa peraturan
perundang-undangan, buku-buku , jurnal, kepustakaan, dan sumber lainnya yang
berkaitan dengan Tanggung Jawab Direksi Terhadap Perbuatan Melawan Hukum
Atas Akta Perjanjian Kredit.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dipahami bahwa , Pada pasal 1 angka 2
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Direksi yang melakukan perjanjian
kredit dengan Bank tanpa melalui persetujuan RUPS Perjanjian kredit yang
dilakukan tanpa persetujuan RUPS adalah cacat hukum dan batal demi hukum.
Sehingga dalam hal ini menimbulkan kerugian. Putusan Mahkamah Agung yang
memutuskan bahwa hasil dari putusan tersebut menyatakan Direksi yang
melakukan perbuatan melawan hukum atas akta perjanjian kredit tidak bersalah
adalah tidak tepat, penggugat dapat membuktikan bahwa perjanjian kredit yang
dilakukannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku karena dilakukan untuk
kepentingan sendiri dan melakukan perbuatan melawan hukum. Selaku pemegang
saham mempunyai hak dan kewajiban sebagai pemegang saham sebagaimana
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.