Abstract:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena kehidupan masyarakat
yang belakangan ini sangat rentan di terpa oleh konflik antarbudaya, terlebih lagi
apabila melibatkan agama di dalamnya. Ada satu daerah di wilayah Tapanuli
Selatan Kecamatan Sipirok Kelurahan Bunga Bondar yang kehidupan masyarakat
multikulturalismenya jauh dari konflik, hal ini tidak terlepas dari kearifan lokal
yang mereka adakan setiap tahunnya yang dikenal dengan istilah marjambar.
Marjambar merupakan suatu bentuk kearifan lokal yang ada di kelurahan Bunga
Bondar yang dilakukan oleh masyarakat setempat tanpa adanya komando dari
berbagai pihak, dalam pelaksanaannya marjambar dilakukan dengan cara
membagikan kue-kue kering khas masyarakat lokal pada saat perayaan hari besar
keagamaan yaitu pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri yang dilakukan oleh
umat Islam dan satu Hari menjelang Tahun Baru yang dilakukan umat Kristiani.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model komunikasi antarbudaya dan
nilai-nilai multikulturalisme yang terkandung dalam kearifan lokal marjambar
teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori interaksionisme simbolik
dari Herbert Mead. Metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif, selanjutnya dalam teknik pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara, observasi dan dokumentasi. informan dalam penelitian ini berjumlah
lima orang yaitu tokoh agama Kristen, tokoh adat, tokoh pemuda, aparatur desa
setempat dan satu informan triangulasi dari tokoh agama Islam. Hasil penelitian di
dapatkan bahwa model komunikasi antarbudaya terjadi antar masyarakat yang
berbeda etnik dan agama. Dalam mewujudkan nilai-nilai multikulturalisme
masyarakat mewariskan filosofi hidup “kental air lebih kental lagi hubungan
persaudaraan dan kita adalah satu darah (alkot aek alkotan dope mudan dan hitta
dongan samudar). Simpulannya bahwa pelaksanaan kearifan lokal marjambar
mencerminkan nilai multikulturalisme kosmopolitan di dalamnya, nilai
multikulturalisme kosmopolitan merupakan nilai yang mencerminkan tiap
individu bebas dengan kehidupan-kehidupan lintas kultural atau mengembangkan
kehidupan kultural masing-masing tanpa adanya intimidasi dan dominasi di
dalamnya, sehingga hal tersebut melahirkan sebuah sikap kepedulian antar
masyarakat yang memiliki perbedaan agama dan etnik, yang bermuara pada sikap
toleransi dan harmonisasi dalam bermasyarakat dengan budaya yang berbeda.