dc.description.abstract |
Wasiat harta peninggalan merupakan bagian hukum kewarisan Indonesia
yang keberadaanya diatur dalam hukum islam dan hukum positif. Wasiat yang
dibuat seseorang harus ditunjukkan dengan bukti akta yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu pembuatan wasiat sepatutnya dibuktikan
dengan adanya bukti tertulis, walaupun kita mengetahui bahwa Kompilasi Hukum
Islam mengatur bahwa wasiat dapat dilakukan baik lisan maupun tulisan.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan sifat penelitian deskriptif
yang diambil dari data sekunder melalui bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder serta bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Wasiat tanpa akta Notaris dalam
pandangan KHI tidak ada kewajiban mengikut sertakan Notaris dalam pembuatan
wasiat sedangkan KUH Perdata diwajibkan mengikut sertakan Notaris. Persamaan
dalam KHI dan KUHPerdata adalah sama-sama merupakan pernyataan terakhir
dari pewasiat setelah ia meninggal dunia. Kepastian hukum wasiat tanpa akta
Notaris dalam KHI dengan KUH Perdata adalah mempunyai dasar hukum tertulis,
merupakan pernyataan terakhir dari pewasiat setelah sebelum meninggal dunia
dan pelaksanaannya setelah si pemberi wasiat meninggal dunia, dapat dicabut dan
dapat gugur atau dibatalkan, mempunyai tujuan untuk kemaslahatan manusia agar
tidak terjadi pertengkatan di antara ahli waris. Menurut KHI dan KUHPerdata
bahwa wasiat perlu dibuktikan secara otentik, hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi hal-hal negatif yang tidak diinginkan oleh pewasiat maupun penerima
wasiat. Menurut KHI dan KUHPerdata bahwa wasiat perlu dibuktikan secara
otentik, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal negatif yang tidak
diinginkan oleh pewasiat maupun penerima wasiat. |
en_US |