Please use this identifier to cite or link to this item: http://localhost:8080/handle/123456789/12520
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorHarahap, Rini Nindi Irviyanti-
dc.date.accessioned2020-11-17T04:37:14Z-
dc.date.available2020-11-17T04:37:14Z-
dc.date.issued2017-03-20-
dc.identifier.urihttp://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/12520-
dc.description.abstractPerjanjian hutang-piutang adalah perjanjian yang timbul tumbuh kembang dalam masyarakat.Ada berbagai macam perjanjian yang dilakukan di Indonesia. Hutang yang dilakukan oleh suami harus yang mana pemenuhan prestasi dari hutang tersebut menyangkut harta kekayaan bersama dalam perkawinan haruslah terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari istri. Begitu juga sebaliknya jika hutang tersebut dilakukan oleh istri. Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturan perundang-undangan, buku-buku, internet, pendapat sarjana, dan bahan lain. Peraturan perundang-undangan yang tidak mencantumkan dengan jelas jenis-jenis hutang yang sering terjadi di Indonesia. Meskipun sudah ada peraturan yang jelas mengenai pelaksanaannya, akan tetapi mengenai kedudukan pemenuhan prestasi perjanjian hutang-piutang yang dilakukan oleh suami dengan persetujuan istri ketika suami meninggal dunia belum ada peraturan yang mengaturnya secara tegas. Terdapat beberapa aturan hukum positif yang sekiranya berhubungan dengan perjanjian hutang-piutang yang dilakukan suami dengan persetuan istri antara lain ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam. Hasil penelitian menunjukkan hutang-piutang yang dilakukan oleh suami untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan keluarga berdasarkan hukum keperdataan menjadi tanggung jawab istri juga. Akan tetapi, tidak ada bunyi Pasal yang menegaskan langsung bahwa hal tersebut juga manjadi tanggung jawab istri. Berdasarkan hukum Islampemenuhan prestasi diambil dari kekayaan harta bersama, jika tidak mencukupi diambil dari harta kekayaan suami, jika tidak mencukupi juga diambil dari harta kekayaan istri. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 93 Kompilasi Hukum Islam. Kewajiban istri sebagai ahli waris ketika suaminya meninggal dunia dalam pemenuhan prestasi pembayaran hutang pribadi yang dilakukan suaminya hanya sebatas banyaknya harta peninggalan, jika tidak mencukupi istri tidak berkewajiban membayarnya menggunakan harta kekayaan pribadinya. Jika tidak terbayar kewajiban tersebut akan menjadi tanggungan almarhum dihadapan-Nya.en_US
dc.subjectTanggung Jawab Istrien_US
dc.subjectPemberian Persetujuanen_US
dc.subjectHutang Suami, Meninggal Duniaen_US
dc.titleAnalisis Hukum Terhadap Tanggung Jawab Istri Dalam Pemberian Hutang Suami Ketika Suami Meninggal Duniaen_US
dc.typeThesisen_US
Appears in Collections:Legal Studies



Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.