dc.description.abstract |
Salah satu syarat dari penghibahan adalah pemberi hibah merupakan
pemilik sah dari barang yang dihibahkan, dalam hal ini yang dihibahkan adalah
harta bersama dimana belum jelas kepemilikannya karena harta bersama
merupakan milik suami istri yang diperoleh selama perkawinan dan dalam hal
terjadinya perceraian maka harta tersebut harus dibagi antara suami istri.
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji ketentuan hukum tentang hibah harta
bersama menurut hukum perkawinan dan terkait penarikan kembali hibah harta
bersama yang telah diberikan kepada anak sebelum terjadinya perceraian serta
akibat hukum terhadap hibah harta bersama yang dilakukan sebelum terjadinya
perceraian. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif yang
diambil dari data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
skunder dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa ketentuan hukum yang
dipakai untuk hibah harta bersama adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Kompilasi
Hukum Islam sehingga ditemukan hibah terhadap harta bersama boleh dilakukan
dengan persetujuan suami dan istri, hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali
dalam hal sebagaimana termuat dalam Pasal 1688 KUHPerdata dan 212
Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal terjadinya perceraian harta bersama harus
dibagi antara suami dan istri. Maka dengan ketiga aturan perundang-undangan
diatas, hibah dapat dibatalkan, dalam kasus ini hibah terhadap harta bersama tidak
dapat dibatalkan karena pengibahan tersebut terjadi atas kemauan dari kedua
belah pihak. Oleh karena itu, perbuatan orang tua yang tidak mau menyerahkan
obyek hibah merupakan perbutan ingkar janji (wanprestasi) dan merugikan
penerima hibah karena harta tersebut sudah menjadi milik si penerima hibah.
Akibat hukum dari hibah harta bersama kepada anak harta tersebut menjadi milik
si anak. |
en_US |