Abstract:
Tindak pidana pemerkosaan merupakan kejahatan serius yang tidak hanya
menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga trauma psikologis mendalam bagi korban.
Salah satu tantangan besar dalam menegakkan keadilan bagi korban adalah
pembuktian di pengadilan, mengingat sifat pemerkosaan yang sering terjadi tanpa
saksi. Penelitian ini memiliki 3 rumusan masalah, yaitu: Bagaimana hukum
pembuktian Visum et Repertum (VeR) dalam tindak pidana pemerkosaan di
Indonesia?, Bagaimana kekuatan hukum pembuktian Visum et Repertum (VeR)
dalam tindak pidana pemerkosaan dikaitkan dengan legalitas aborsi di Indonesia?,
dan Bagaimana kelemahan hukum positif Indonesia terhadap perlindungan hukum
bagi dokter dalam pelaksanaan aborsi bersyarat? Penelitian ini menggunakan
metode penelitian yuridis normatif.
Dalam konteks ini, Visum et Repertum (VeR) menjadi alat bukti penting yang
menggambarkan kondisi fisik korban secara ilmiah. VeR tidak hanya berfungsi
untuk membuktikan unsur kekerasan seksual, tetapi juga menjadi syarat
administratif dalam pelaksanaan aborsi bersyarat bagi korban pemerkosaan
sebagaimana diatur dalam hukum positif Indonesia. Hubungan antara kekuatan
hukum pembuktian VeR dan legalitas aborsi di Indonesia menunjukkan bahwa VeR
berperan strategis dalam melindungi hak korban atas keadilan dan kesehatan
reproduksi. Meski demikian, praktik di lapangan menunjukkan masih banyak
hambatan, seperti keterbatasan tenaga forensik, kendala biaya pemeriksaan, stigma
sosial terhadap korban, serta kurangnya jaminan perlindungan hukum bagi dokter
yang melaksanakan aborsi bersyarat. Selain itu, regulasi terkait pelaksanaan aborsi
bersyarat di Indonesia masih menghadapi ketidakjelasan formulasi hukum, yang
menyebabkan keraguan bagi tenaga medis dalam menjalankan tugas mereka.
Penelitian ini menegaskan perlunya perbaikan sistem hukum, peningkatan
kualitas VeR, sosialisasi intensif mengenai hak korban kekerasan seksual, serta
penguatan perlindungan hukum terhadap dokter agar pelaksanaan aborsi bersyarat
berjalan sesuai prinsip keadilan, kepastian hukum, dan penghormatan terhadap hak
asasi manusia. Dengan demikian, optimalisasi pembuktian melalui VeR menjadi
kunci dalam memperkuat perlindungan korban kekerasan seksual dan memperjelas
mekanisme hukum aborsi bersyarat di Indonesia.