| dc.description.abstract |
Melalui penulisan tesis ini, diharapkan dapat mengungkapkan bagaimana
kewajiban adat dalam perspektif hukum adat Batak dapat diintegrasikan dengan
sistem hukum pidana Indonesia, khususnya dalam penanganan anak yang
berkonflik dengan hukum, serta menganalisis apakah penerapan kewajiban adat
sebagai pidana tambahan dapat memberikan efek positif dalam rehabilitasi anak
dan menjaga keharmonisan sosial masyarakat adat.Sebagai individu yang sedang
berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, maka setiap anak termasuk
anak yang berkonflik dengan hukum, memerlukan perlindungan khusus, baik dari
segi hukum maupun sosial. Tujuan penelitian yaitu Mengetahui syarat penjatuhan
sanksi pidana tambahan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. Mengetahui
penerapan sanksi pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dalam
perspektif hukum adat Batak. Mengetahui relevansi sanksi pidana tambahan berupa
pemenuhan kewajiban adat berdasarkan hukum adat Batak dengan prinsip keadilan
restoratif dalam sistem peradilan pidana anak. Sesuai dengan topik judul yang
diangkat dan terkait dengan permasalahan yang dianalisis, maka jenis penelitian ini
Jenis penelitian ini adalah penelitian sosiologi/empiris, yang bertujuan untuk
mengkaji penerapan hukum adat Batak, khususnya dalam hal pemenuhan
kewajiban adat sebagai pidana tambahan terhadap anak yang berkonflik dengan
hukum, dalam praktik sosial di masyarakat. Hasil penelitian menemukan Pidana
tambahan, seperti pemenuhan kewajiban adat, hanya dapat dijatuhkan apabila
memenuhi asas kepentingan terbaik bagi anak, proporsionalitas, dan
nondiskriminasi. Anak tidak boleh diperlakukan sebagai subjek pidana biasa,
melainkan harus dilihat sebagai individu yang sedang dalam proses tumbuh dan
berkembang yang membutuhkan pendekatan korektif dan restoratif. Penerapan
pemenuhan kewajiban adat dalam perspektif hukum adat Batak menunjukkan
praktik keadilan restoratif yang telah lama hidup dalam struktur sosial masyarakat
Batak. Praktik seperti mangampu, marhata sinamot, dan pemberian tudu-tudu
sipanganon merupakan simbolisasi pemulihan sosial yang lebih efektif dalam
membina kesadaran moral anak ketimbang pendekatan punitif negara. Relevansi
sanksi pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dalam sistem peradilan
pidana anak sangat tinggi, baik secara filosofis, normatif, maupun praktis. Hukum
adat Batak mengandung nilainilai yang selaras dengan prinsip keadilan restoratif,
seperti partisipasi komunitas, dialog, dan penghindaran stigma. Ketiadaan
kerangka hukum yang komprehensif dalam mengatur teknis pelaksanaan
pemenuhan kewajiban adat dalam sistem peradilan pidana anak menjadi tantangan
krusial. Meskipun telah diakui dalam Pasal 82 UU SPPA, sanksi adat masih
dijalankan secara kasuistik dan bergantung pada inisiatif lokal. Hal ini
mengindikasikan perlunya pembaruan kebijakan dan harmonisasi antara pranata
hukum negara dan pranata hukum adat agar pemenuhan kewajiban adat benar-
benar dapat diinstitusionalisasikan sebagai instrumen sah dalam penegakan hukum
yang humanis dan berkeadilan. |
en_US |