Abstract:
Korporasi dalam melakuakan usaha pemanfaatan sumber daya alam perlu
memiliki perizinan sebagai alat pengawasan bagi pemerintah/instansi pemberi
izin, juga dapat dijadikan dasar pemerintah dalam melakukan pengawasan dalam
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Persoalan perizinan dalam tindak
pidana korporasi terhadap pemanfaatan sumber daya alam memiliki keterkaitan
yang erat yang dapat menimbulkan korupsi. Korupsi di sini bukan hanya diartikan
sebagai bentuk kecurangan dan penyimpangan dalam sektor keuangan, tetapi
korupsi juga dapat diartikan sebagai perbuatan seorang pejabat yang secara
melanggar hukum menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan
yang berlawanan dengan kewajibannya.
Jenis penelitian ini adalah hukum yurudis normatif, pendekatan perundang
undangan (statute approach), bersifat deskriptif, Sumber data yang digunakan
data kewahyuan dan data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan studi
kepustakaan dan analisis yang bersifat kualitatif.
Berdasarkan hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Ketentuan hukum
pidana korporasi dalam pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia. Pasal 45
ayat
(1) KUHP Baru memberikan kejelasan perluasan dari konsep
pertanggungjawaban pidana yang sebelumnya hanya berlaku untuk
individu. Bentuk perbuatan korporasi dalam pemanfaatan sumber daya alam
secara melawan hukum di Indonesia. Pelanggaran terhadap peraturan perundang
undangan yaitu, mencakup tindakan yang melanggar berbagai peraturan
perundang-undangan terkait pengelolaan SDA, seperti Undang-Undang
Kehutanan, Undang-Undang Pertambangan, Undang-Undang Perikanan, atau
Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Hidup. Pertanggungjawaban korporasi
terhadap perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana pemanfaatan sumber
daya alam di Indonesia korporasi dimintai pertanggungjawaban pidananya pada
perkara pidana apabila Korporasi mendapatkan keuntungan dari suatu tindak
pidana.UUPTPK memberlakukan dua macam teori pertanggugjawaban pidana
korporasi, yaitu Identification theory dan Delegation theory.