dc.description.abstract |
Proses persidangan di hadapan Mejelis Hakim dalam pemeriksaan perkara
tindak pidana kekerasan seksual, terkesan anak sebagai korban dihadirkan di
muka persidangan sebatas hanya sebagai saksi pada proses persidangan, tanpa
mempertimbangkan hak-hak anak sebagai korban yang harus memperoleh ganti
kerugian (restitusi), kompensasi serta rehabilitasi, sehingga proses peradilan
keberadaanya dalam pemenuhan hak-hak korban belum melaksanakan
perlindungan terhadap korban secara efektif, terlebih pada kasus kekerasan
seksual yang melibatkan anak sebagai korban yang mengalami penderitaan lebih
berat secara psikis terhadap trauma.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sifat penelitian adalah
deskriptif analisis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang
bersumber dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Data sekunder
dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan dan studi lapangan dengan alat
pengumpulan data berupa wawancara. Selanjutnya, data-data tersebut dianalisa
dengan menggunakan metode analisa kualitatif.
Hasil penelitian: Pertama, Pengaturan hukum hak-hak yang dimiliki oleh
anak terdapat diberbagai instrument hukum yang ada. Salah satu upaya
perlindungan hukum dan hak yang dimiliki oleh anak yang menjadi korban tindak
pidana adalah hak untuk memperoleh restitusi. Dasar hukum pengaturan hak
restitusi anak sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual tertuang UU No. 35
Tahun 2009 dan PP No. 43 Tahun 2017. Kedua, Penuntut umum berwenang
melakukan penuntutan kepada siapapun yang didakwa dan telah terbukti
melakukan suatu tindak pidana dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang
berwenang mengadili. Mengenai pengajuan permohonan restittusi anak korban
kekerasan seksual dilaksanakan berdasarkan PP No. 43 Tahun 2017, penuntut
umum memberitahukan kepada korban mengenai apa yang menjadi hak korban
tindak pidana kekerasan seksual untuk mendapatkan restitusi ,dan tata cara
pengajuannya pada saat sebelum dan/atau dalam proses persidangan. Ketiga,
Kendala yang dihadapi Jaksa dalam mengajukan permohonan restitusi dalam surat
tuntutan jaksa adalah faktor penegak hukum, tidak semua jaksa penuntut umum
memiliki pengalaman dalam menangani pemberian restitusi terhadap pada korban
kasus tindak pidana kekerasan seksual. Faktor Perundang-undangan, PP No. 43
Tahun 2017 dalam penerapannya masih terdapat berbagai hambatan-hambatan
yang ada |
en_US |