Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/2689
Title: Praktek Perjanjian Mawah (Bagi Hasil) Pada Hewan Ternak Lembu Dilingkungan Masyarakat Aceh (Studi Di Desa Gedung Biara, Kabupaten Aceh Tamiang)
Authors: Rizki, M
Keywords: Perjanjian;Bagi Hasil;Ternak;Mawah
Issue Date: 4-Mar-2020
Abstract: Perjanjian sudah menjadi hal yang sering dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Perjanjian adalah suatu akad yang diucapkan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai suatu kesepakatan yang telah disepakati bersama. Masyarakat hukum adat juga mengenal suatu perjanjian dengan istilah adat masyarakat masing-masing. Di Aceh misalnya, dikenal dengan istilah mawah, yang mana perjanjian mawah sangat popular dikalangan masyarakat Aceh dan sudah menjadi tradisi turun-temurun yang dilakukan sejak abad ke-16 hingga saat ini. Umumnya, perjanjian mawah dilakukan dalam sektor pertanian, pertanahan, perkebunan, perternakan, dan lain sebagainya. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji bentuk perjanjian mawah yang dilakukan oleh masyarakat Aceh dan mengkaji bentuk pelaksanaan mawah dalam masyarakat Aceh serta mengkaji bagaimana resiko dan pertanggungjawaban para pihak apabila terjadi suatu sengketa dalam perjanjian mawah. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis sosiologis yang diambil dari data primer dengan melakukan wawancara langsung dilapangan dan data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa bentuk pelaksanaan mawah baru akan terlaksana ketika pemilik menyerahkan modal yang mana dalam hal ini berupa induk sapi betina kepada pengawah untuk diawahkan, dengan perjanjian seberapa lama pengawah sanggup untuk mengawahkan ternak tersebut, dan bagi hasil akan dilakukan ketika induk ternak telah melahirkan dengan bagian sebesar 1/2 bagian untuk pemilik dan 1/2 bagian untuk pengawah. Tujuan utama dilakukannya mawah adalah untuk membantu golongan masyarakat menengah kebawah dalam meningkatkan perekonomian keluarganya. Umumnya, bentuk perjanjian mawah dilakukan secara lisan dan tanpa adanya para saksi dari kedua belah pihak. Yang mana dalam hal ini apabila terjadi suatu sengketa, maka tidak dapat dibawa keranah hukum, sebab tidak memiliki kekuatan hukum. Jika terjadi suatu wanprestasi dalam perjanjian mawah, maka para pihak dapat menyelesaikannya secara kekeluargaan atau bermusyawarah antar para pihak, atau dapat diselesaikan dilembaga adat yang telah disediakan oleh pemerintah setempat.
URI: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/2689
Appears in Collections:Legal Studies



Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.