dc.description.abstract |
Beton SCC pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun 1990-an sebagai
upaya untuk mengatasi persoalan pengecoran komponen gedung artistik dengan
bentuk geometri tergolong rumit bila dilakukan pengecoran beton normal
(Amiruddin dkk., 2015). Riset tentang beton memadat mandiri masih terus
dilakukan hingga sekarang dengan banyak aspek kajian, misalnya ketahanan
(durability), permeabilitas dan kuat tekan (compressive strength). Ketersediaan
crumb rubber di Indonesia cukup banyak tetapi limbah tersebut selama ini masih
belum ditangani secara efektif, limbah hanya ditumpuk di lokasi. Maka dari itu,
dilakukan pengembangan material dengan menggunakan karet ban vulkanisir
(KBV) sebagai bahan tambahan dalam pembuatan beton SCC dengan
menggunakan dua faktor air semen yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan cetakan berbentuk kubus ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm serta
memiliki tiga variasi campuran yaitu: 0%, 10%, dan 20% serta digunakan dua faktor
air semen yaitu 0,35, dan 0,45 untuk mengetahui hasil yang lebih optimal.
Pengujian kuat tekan beton pada penelitian ini menghasilkan kuat tekan optimum
pada variasi 0%yaitu 32 MPa dengan FAS 0,35 serta dengan FAS 0,45 terjadi kuat
tekan maksimum sebesar 27,1 MPa. Sehingga penurunan kuat tekan beton sebesar
15,31% dengan menggunakan bahan tambah karet ban vulkanisir denga FAS 0,45.
Maka dapat disimpulkan beton yang memiliki campuran tanpa penambahan karet
ban vulkanisir menghasikan kuat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
campuran beton yang ditambahkan karet ban vulkanisir. Hal ini terjadi karena zat
kimia yang terkandung dalam karet ban vulkanisir cukup tinggi. |
en_US |