Abstract:
Bahasa merupakan sebuah media sebagai alat untuk menyambung komunikasi antarsatu individu dengan individu lain. Masyarakat Melayu masih menggunakan gaya bahasa mereka sebagai sarana dalam memberikan nasihat kepada orang yang lebih muda, berkomunikasi dengan sesama suku dan etnis, atau meluapkan rasa emosi dan marah dengan cara yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja bentuk umpatan marah dalam bahasa Melayu Deli pada masyarakat etnis Melayu di Kota Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Yang menjadi subjek penelitian adalah masyarakat Melayu Deli yang berjumlah lima orang narasumber penelitian. Instrumen penelitian menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk umpatan marah dalam bahasa Melayu Deli yang sering digunakan oleh Masyarakat Istana Maimoon adalah bahasa-bahasa kiasan seperti arang dikening (martabat), menganak sungai (deras seperti sungan), tak injak bumi (tidak betah di rumah), berkicau (berbicara banyak atau berlebihan), dan pungkang (lempar). Perumpamaan seperti ngetik macam ulat nangka (tidak bisa diam), tukal takal balik pintu (setiap perbuatan adan dampaknya), kecil tak terikut, besar tak terajar (orang yang tidak bisa dinasehati dan diberi tahu), muka bebedak, pantat tak bercebok (baik di luar, buruk di dalam) dan hidung tak mancung-mancung, muka tersorong-sorong (mengejar sesuatu hal yang tidak pasti), dan pantun seperti Burung balam terbang mengayun, hinggap sebentar di pohon para. kalau memang tuan puan marah kepadaku, kenanglah dengan kebaikanku (sindiran halus). Alasan masyarakat Melayu menggunakan bahasa kiasan, perumpamaan dan pantun dalam umpatan marah adalah demi menjaga sopan santun, adab, adat istiadat yang telah diajarkan oleh para leluhur dan nenek moyang mereka.