Abstract:
Coronavirus (CoV) dengan genus yang sama juga dikaitkan dengan wabah penyakit yang terjadi pada tahun 2002 dan 2012 di Asia Timur dan Timur Tengah yang dikenal dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Subkelompok pasien dengan COVID-19 yang parah dapat memiliki disregulasi respon imun yang memungkinkan berkembangnya hiperinflamasi virus. Biomarker yang berada di sirkulasi dapat mempresentasikan status inflamasi dan imun yang dapat berguna sebagai prediktor potensial untuk prognosis pasien COVID-19 yaitu Neutrophil Lympocyte Ratio (NLR) dan C-Reactive Protein (CRP).Tujuan Umum: Mengetahui hubungan kadar NLR dan CRP dengan tingkat keparahan pasien Covid-19 di RSUD Drs. H. Amri Tambunan. Metodelogi: Desain penelitian ini analitik observasional dengan desain cross sectional dimana pengambilan data hanya diambil satu kali pengambilan. Dengan pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling dimana pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian untuk menganalisis hubungan NLR dan CRP dengan tingkat keparahan pasien COVID-19 di RSUD Drs. H. Amri Tambunan. Hasil: Terdapat hubungan kadar NLR dan CRP dengan tingkat keparahan COVID-19 dengan p-value 0.001 (p<0.05). Inflamasi yang dipicu karena virus meningkatkan rasio neutrofil-limfosit dan potensi dalam mendeteksi kerusakan jaringan CRP dinilai dapat melihat tingkat keparahan COVID-19 Kesimpulan: Penilaian rasio neutrofil-limfosit dapat meningkatkan evaluasi untuk pasien COVID-19. Oleh karena itu, penggunaan rasio neutrofil-limfosit dapat direkomendasikan untuk menilai prognosis, mengevaluasi derajat penyakit berdasarkan gejala klinis dari pasien dan menentukan penanganan yang tepat pada pasien COVID-19. Selain itu, peningkatan kadar C-Reactive Protein (CRP) memiliki hubungan yang bermakna dengan klinis pasien COVID-19 yang artinya semakin tinggi kadar C-Reactive Protein (CRP) maka klinis pasien COVID-19 tergolong berat.