dc.description.abstract |
Menurut beberapa pendapat ulama fikih bahwa orang tua atau wali dapat
menikahkan anak perempuannya secara paksa yang kemudian dikenal dengan
nama hak ijbar dan orang tua yang dapat memaksa anak untuk kawin dikenal
dengan nama wali mujbir. Kenyataannya untuk zaman sekarang masih ada
orang tua yang memaksa anaknya untuk kawin dengan laki-laki lain pilihan
ayahnya tersebut. Putusan Hakim PA Jakarta Pusat Nomor 164/Pdt.G/PAJP
menyatakan bahwa perceraian antara Penggugat dan Penggugat bukan
pembatalan perkawinan. Padahal menurut UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam jika terjadi pemaksaan untuk menikah maka yang terjadi adalah
pembatalan perkawinan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yang mengarah pada penelitian hukum
normatif, dengan pendekatan penelitian terhadap asas hukum. Alat pengumpul
data diperoleh dari data sekunder yaitu dengan dengan cara studi pustaka
(library research). Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kepastian hukum syarat
perkawinan yang terkait dengan persetujuan mempelai wanita ketika dijodohkan
oleh walinya, mutlak harus ada. Kajian-kajian fikih ternyata tidaklah absurd untuk
memberikan hak ijbar kepada wali untuk menikahkan anak perempuannya tanpa
persetujuan anak tersebut. Bahwa Akibat hukum perkawinan tanpa persetujuan
calon mempelai wanitakawin dengan unsur paksaan dianggap tidak baik, karena
dalam perkawinan yang dilakukan mengandung unsur paksaan hanya akan
mendatangkan kemadharatan bagi kedua belah pihak (suami manupun isteri).
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 serta Kompilasi Hukum Islam juga
disebutkan bahwa perkawinan yang dilakukan karena ada paksaan dapat
dibatalkan. Bahwa pelaksanaan perkawinan tanpa persetujuan calon mempelai
wanita dalam Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor:
164/Pdt.G/2010/PAJP, seharusnya dilakukan pembatalan perkawinan apabila
masih dalam masa di izinkannya pengajuan pembatalan perkawinan yaitu 6
(enam) bulan yang diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, tetapi dikarenakan sudah lewatnya masa tersebut maka
dikabulkannya putusan perceraian sesuai dengan isi gugatan si Penggugat yaitu perceraian. Padahal pokok alasan sebenarnya Penggugat menggugat Tergugat
adalah karena perkawinan tersebut dilakukan terindikasi adanya rasa terpaksa
dan dipaksa oleh orang tua Penggugat. |
en_US |