Abstract:
Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan utama dalam
pembelajaran matematika. Pada pembelajaran konvensional yang sampai sekarang
masih dominan dilaksanakan di Indonesia sebagian peserta didik terbiasa melakukan
kegiatan belajar berupa menghafal tanpa dibarengi pengembangan kemampuan
pemecahan masalah. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat
membantu peserta didik berlatih memecahkan masalah adalah model pembelajaran
CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan model
pembelajaran CORE berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah
dan prestasi belajar siswa, dan apakah siswa yang mengikuti pembelajaran ini dapat
memenuhi ketuntasan belajar , demikian pula apakah kemampuan pemecahan
masalah bagi siswa yang mengikuti pembelajaran ini lebih baik daripada kemampuan
pemecahan masalah bagi siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, sedangkan
instrumen penelitian ini adalah lembar observasi dan tes. Sebagai subjek penelitian ini
adalah siswa/I SMP Muhammadiyah 57 medan kelas VIII-B tahun pelajaran
2016/2017. Dalam penelitian ini siswa kelas VIII-B SMP Muhammadiyah 57 Medan
berjumlah 40 siswa yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.
Hasil penelitian penelitian ini dibagi atas III siklus. Hasil observasi aktivitas belajar
siswa yang signifikan yaitu dari pra siklus ke siklus I terjadi pada indikator
memperhatikan penjelasan guru, yaitu dari skor 101 ke 108. Peningkatan dari siklus I
ke siklus II terjadi pada indikator memperhatikan penjelasan guru, yaitu dari skor 108
ke 120. Peningkatan signifikan dari siklus II ke siklus III terjadi pada indikator yang
sama yaitu memperhatikan penjelasan guru, dari skor 120 ke 123. Dari analisis tes pra
siklus diperoleh 9 dari 40 siswa (22,5%) yang mencapai ketuntasan, dan yang belum
mencapai ketuntasan 31 siswa (77,5%). Hasil tes kemampuan pemecahan masalah
belajar siswa dari siklus I diperoleh 25 siswa (62,5%) yang mencapai ketuntasan,
sementara yang belum tuntas 15 orang (37,5%). Untuk hasil tes kemampuan
pemecahan masalah belajar siswa dari siklus II diperoleh 29 siswa (72,5%) yang
mencapai ketuntasan, sementara yang belum tuntas 11 orang (27,5%). Sedangkan
untuk hasil belajar pada siklus III diperoleh sebanyak 35 siswa (87,5%) yang
mencapai ketuntasan, sementara yang belum tuntas sebanyak 5 orang (12,5%).
Dengan demikian model ini dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran
yang efektif untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah dan prestasi belajar
siswa secara optimal.