Abstract:
Adat Perkawinan bagi suku Tamiang merupakan salah satu “alat petunjuk
arah” yang ampuh untuk menentukan sikap dan tingkah laku dalam pergaulan
sehari-hari, sesuai dengan ungkapan orang yang tidak punya adat seperti kapal
tidak punya nahkoda. Mengawinkan anak merupakan kewajiban utama yang
sangat pokok bagi kedua orangtua dalam perkawinan suku Tamiang semenjak
dilahirkan secara garis besarnya orangtua berkewajiban untuk mendidik
(mengasuh), mengkhitankan, kemudian mencarikan jodoh dan melaksanakan
upacara perkawinan terhadap anaknya. Metode yang digunakan adalah metode
penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif dan teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah teknik wawancara. Berdasarkan hasil dari pembahasan
makan penulis menyimpulkan bahwa fungsi dari pada Majelis Adat Aceh sudah
dilaksanakan sesaui dengan prosedur yang berlaku untuk diterapkan kepada
masyarakat, namun pada kenyataannya masyarakat memberikan argument
bahwasannya lembaga adat dan pemerintah tidak sepenuhnya melaksanakan
fungsi tugas dan tugas mereka sebagaimana mestinya. Dalam hal ini sebenarnya
yang terjadi baik dari lembaganya sendiri dan masyarakatnya memiliki pendapat
yang berbeda. Disini penulis menyimpulkan bahwasan nya itu terjadi karena
beberapa faktor yaiut: perkembangan zaman dan leluhur adat yang sudah tiada
sehingga adat yang terlaksana meskipun sudah dibuat dengan prosedur tidak
berjalan dengan efektif dan efien.